Translate

Kamis, 18 Juni 2015

KEPUTUSAN-KEPUTUSAN DALAM HIDUP





Dua hari yang lalu, saya menemani seorang sahabat yang juga merupakan mantan bos saya ke bandara Soekarno-Hatta. Pesawatnya akan take off ke Singapura pada pukul 6 sore sedangkan kami baru berangkat dari hotelnya di kawasan Pecenongan pada pukul 3.35 sore. Hari itu adalah hari Selasa, dan karena bertepatan dengan jam pulang kantor maka jalanan pun mulai ramai. Walaupun beliau adalah warga negara Singapura namun beliau lebih mengenal jalanan Jakarta ketimbang saya. Beliau mengetahui tempat-tempat kuliner yang enak, tempat-tempat sejarah, dan banyak hal lainnya mengenai Jakarta. Saya sering malu. Seringkali saat saya bepergian bersama beliau, entah menggunakan taxi, bus, atau berjalan kaki, beliau akan menunjukkan kepada saya tempat-tempat yang pernah beliau kunjungi. Namun, kali ini dia tidak melakukan hal yang sama karena dia sibuk mengomel, bukan pada saya ataupun tentang saya melainkan mengomel tentang si supir taxi.

Supir taxi mungkin tidak melakukan kesalahan karena dia melewati jalan yang dianggapnya lebih cepat. Namun, kesalahannya pada penumpang (yaitu kami) adalah dia tidak mau mendengarkan pendapat kami. Sahabat saya itu sudah sangat mengenal jalan dari hotelnya menuju ke airport karena dia terlalu sering melewati jalan itu, oleh karena itu, ketika si supir mengambil jalan yang berbeda tentu saja sahabat saya ini protes. Tapi si supir tetap berkeras bahwa kami berada dijalan yang benar. Memang itu adalah jalan yang benar namun sahabat saya berpendapat bahwa jalan itu adalah jalan yang sempit dan karena akan ada banyak kendaraan yang lewat maka sudah pasti kita akan terjebak macet, demikian juga dengan tol nya, karena saat itu adalah jam pulang kerja maka akan ada banyak orang yang berpikiran yang sama dengan si supir untuk menggunakan jalan pintas. Oleh karena itu, sahabat saya menyarankan agar kita berbelok menggunakan jalan yang biasa digunakannya. Namun, si supir menjawab: "Tidak perlu, pak." Saat itulah kekesalan sahabat saya dimulai.

Kami terus menyusuri jalanan yang dipilih oleh si supir. Kami melewati jalanan yang lebih sempit dari jalanan yang biasa kami lewati jika menuju ke airport. Semakin lama, kendaraan disisi kiri dan kanan kami semakin banyak. Sahabat saya ini semakin terlihat gusar karena waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, dan akhirnya taksi kami itu pun harus bergerak sangat-sangat lambat.

Telinga saya sungguh panas mendengar omelannya. Sahabat saya terus berkata, "We are in the wrong way!!" atau "he took the wrong way!!" atau "Why he didn't want to listen to me?!!" Setiap kali mendengar omelannya, saya semakin gugup karena saya benar-benar khawatir jika dia nanti terlambat. 

"Because he thougt we are foreigner and you are an old man," jawab saya kepada sahabat saya itu ketika beliau kembali mengomel. Saya juga kaget kenapa saya menjawab seperti itu. Saat mendengar kata 'old man' sahabat saya itu menjadi semakin kesal. Beliau pun mulai mengoceh dan mengoceh. Saya dan dia memang berbeda umur sangat jauh. Umur saya baru 20an sedangkan umurnya sudah 60an. Kekesalannya memuncak saat beliau bertanya pada supir taxi apakah bisa tiba dibandara pada pukul 5 sore, dan supir taxi pun menjawab (sambil memukul stir mobil), "Aduh saya tidak bisa jamin pak." Jawaban si supir itu membuat suasana didalam taxi menjadi semakin riuh karena omelan sahabat saya. Namun, dari sekian banyak omelannya itu, dia mengucapkan satu dua kalimat yang begitu mengena dihati saya.

"Devy, in our life we will always make many decision. Maybe its not always important decision but the problem, is that a good decision or bad decision. If you make a bad decision then the next step is you should turn back to the right decision. This driver, he knows that he is wrong but he keep moving to the wrong direction.... bla bal bla bla......... if you make a wrong decision without fix it and you keep move with that decision then you will make the wrong decision and the wrong decision and the wrong decision again and again and again bla bla bla bla bla bla........ I know I was and I'm right so I don't want to change my mind, he thinks that when he able to arrive to airport then I will change my mind, bla bla bla bla bla bla..... If I know it is wrong then I decide it's wrong...... bla bla bla bla bal bla.... Never ever thinks a wrong things is the right way just because you feel sorry... bla bla bla bla bla...... this driver wants to use the short way, but you should remember Devy, the short way that you think probably is the right way or the better way than the normal way usually is the wrong way! and bla bla bla bla bla bla.........."
Demikianlah ocehan beliau. Masih banyak lagi yang yang diucapkannya namun kalimat-kalimat itulah yang paling saya ingat.

Kami tiba di bandara pada pukul 5.15 sore, dan untungnya sahabat saya masih diijinkan untuk check in dan berangkat. Setelah dia mengabari dari dalam ruangan tunggu bahwa dia bisa berangkat maka saya pun menjadi sangat-sangat lega, dan saya melanjutkan pergi ke terminal 1 (sahabat saya di terminal 2) karena saya telah memiki janji pertemuan dengan beberapa orang di bandara. Sembari menunggu mereka, saya duduk dan memikirkan kembali perjalanan saya dengan sahabat saya tadi, dan juga kata-kata yang diucapkannya.

Dalam dalam perjalanan di kehidupan ini, saya telah membuat jutaan keputusan. Tidak selamanya adalah keputusan yang penting, dan juga beberapa diantaranya adalah keputusan yang salah. Waktu masih dibangku pendidikan, apapun yang sudah saya putuskan maka saya akan ngotot mempertahankannya. Entah itu benar atau salah. Ketika saya menjadi semakin dewasa, saya mulai menjadi sangat objektif dan sangat berhati-hati saat mengambil keputusan apapun. Namun, saya belajar untuk bertangggung-jawab atas semua keputusan yang sudah saya ambil.

Saya pikir-pikir, tidak semua keputusan saya yang salah mampu saya perbaiki, namun ketika mendengar kata-kata sahabat saya itu, saya merasa bahwa dibeberapa masalah yang telah saya timbulkan, saya telah berputar kembali dari keputusan-keputusan yang salah kepada keputusan yang benar.

Saya teringat ketika masih bekerja di Papua, saya (dengan membawa predikat sebagai seorang sarjana lulusan Jakarta) memberlakukan sistem yang saya anggap benar, baik itu sistem pembukuan, sistem pembayaran, dan sebagainya karena saat itu saya adalah staf keuangan. Memang hal itu benar, tetapi tidak dilakukan ditempat yang tepat. Para pekerja dan mitra kami adalah orang-orang Papua yang berasal dari pegunungan. Saat itu pengetahuan saya tentang orang-orang pegunungan Papua sangat minim karena saya besar di daerah pesisir pantai Papua, disebuah pulau kecil di utara Papua. Saya tidak mengerti bahwa mereka tidak mengerti tentang penjelasan pembayaran yang saya buat. Saat itu saya menulis tanda (-) atau minus di perincian pembayaran mereka yang artinya jumlah pengambilan mereka diperusahaan lebih besar dibanding jumlah barang (hasil hutan) yang mereka hasilkan bagi perusahaan. Rupanya mereka tidak mengerti tanda (-) atau minus, mereka lebih mengerti jika ditulis rugi. Mereka berpikir bahwa saat itu mereka akan dibayar senilai dengan angka yang dituliskan setelah tanda minus itu. Akhirnya, perusahaan saya harus membayar Rp.23.000.000 pada para pekerja yang tengah mengamuk itu. Bos saya marah (tentunya), namun saya bertahan pada pendapat saya bahwa yang saya lakukan itu sudah benar. Beberapa lama kemudian, saya menyadari bahwa hal benar itu saya lakukan ditempat yang salah. Saya memutuskan untuk mengubah cara kerja saya dengan melakukan hal-hal yang dimengerti oleh pekerja saya, dan juga melakukan komunikasi dan bernegosiasi dengan gaya yang dimengerti oleh mereka. Tidak beberapa lama saya sudah tidak menduduki posisi sebagai seorang staf lagi melainkan sudah mampu naik sebagai Kepala Bagian PR dan juga menjadi seorang manajer. Saya harus bertemu dengan banyak orang, namun saya tidak minder berdialog dengan para CEO perusahaan besar lokal atau asing. Uniknya saya belajar melakukan negosiasi justru dari pengalaman saya bernegosiasi dari orang-orang pegunungan Papua, yang beberapa diantaranya masih buta huruf. Bagaimana saya membuat mereka mengerti dan menerima apa yang perusahaan inginkan dan putuskan. Saya belajar untuk melakukan hal-hal yang benar ditempat yang juga benar, meskipun hal-hal itu adalah hal yang sederhana. Semua itu karena saya mau mengaku telah membuat keputusan yang salah dan berputar kembali untuk mengambil keputusan yang benar.

Saya juga teringat ketika saya dengan paksa disekolahkan oleh orang-tua saya disebuah SMA swasta di Sulawesi Utara. Saat itu saya masuk asrama sekolah dan berada disana selama tiga tahun. Saya mengalami apa yang disebut shock culture karena logat kami dan kebiasaan dan juga budaya kami sangat berbeda. Saya memang orang asli Sulawesi Utara tetapi saya dibesarkan di Papua. Di Papua saya tinggal di pulau kecil yang tiap hari kami akan melihat dan menikmati pantai, sedangkan lokasi sekolah saya di Sulawesi Utara berada di pegunungan. Baru satu minggu di asrama, saya langsung jatuh sakit. Saya tidak mengerti apa yang mereka bicarakan dan juga budaya mereka, sehingga saya memutuskan menutup diri dan tidak mau memiliki banyak teman (karena takut diejek.) Saat itu saya tidak menyadari bahwa ketika mereka mengejek saya, sebenarnya karena mereka penasaran dengan gaya bicara saya dan kebiasaan saya dan juga dengan aliran kepercayaan saya (walaupun sama-sama Kristen namun kami berasal dari aliran yang berbeda). Saya menutup diri selama dua tahun, hingga akhirnya setelah sahabat saya yang selalu sekamar dengan saya yang berada satu tahun diatas saya (senior saya) tamat sekolah dan harus meninggalkan saya di asrama (sendirian). Mulanya saya sangat stres, Namun, saya memutuskan untuk belajar membuka diri dan berteman. Hasilnya, di masa satu tahun terakhir saya di SMA, saya jutru mendapatkan kembali banyak teman yang dulunya saya anggap mengabaikan saya, dan juga saya mendapat lebih dari satu orang yang menjadi sahabat saya hingga kini. Saya berhasil menikmati keadaan yang berbeda dan jauh lebih baik setelah saya memperbaiki sebuah keputusan salah yang pernah saya buat.

Saya juga teringat ketika saya memutuskan untuk memberikan uang saya saya dapatkan untuk membayar biaya masuk kuliah adik saya yang memilih kuliah di fakultas kedokteran, akibatnya kuliah S2 saya di Korea Selatan menjadi tertunda (bukan gagal). Banyak rekan-rekan kerja ayah saya berkata bahwa kami sungguh bodoh karena memasukkan adik saya ke universitas yang biaya masuknya sangat mahal (lebih dari Rp.200.000.000). Mereka tertawa dan berkata kalau universitas anak-anak mereka lebih murah dan nanti kalau lulus semua sarjana itu sama. Hati ayah saya sungguh panas, dan kami sempat bertengkar karena saya lah yang mati-matian mendukung adik saya masuk ke universitas itu. Saya kesal namun saya tidak menyesal, bagi saya itu adalah salah satu keputusan yang paling tepat dan terbaik dalam hidup saya. Kini adik saya berkuliah dengan baik di sebuah universitas ternama di Indonesia yang walaupun mahal namun kami tenang karena hampir tidak ada pungutan lain (termasuk praktek yang menggunakan Kadaver dan juga praktek lainnya), hanya buku dan peralatan pribadi yang harus dibeli oleh adik saya, sedangkan para pengejek itu mengeluh karena universitas anak-anak mereka memungut biaya ini itu diluar uang masuk dan uang semester. Kelak, mungkin adik saya akan menjadi satu-satunya dokter dalam keluarga besar ayah saya dan juga ibu saya.

Saya juga berpikir, mengapa dulu saya menganggap diri saya begitu bodoh dengan tidak mengikuti beberapa orang yang saya kenal untuk mengambil jalan pintas. Saat itu saya melihat bahwa orang-orang tersebut lebih sukses dari saya. Namun, kini orang-orang tersebut justru terkena masalah karena cara yang dulu mereka gunakan.

Saya juga berpikir mengapa saya seakan-akan berjalan begitu lama, namun saya bersyukur karena ketika saya melihat banyak orang lain yang dulu berjuang bersama dengan saya telah menyerah, saya justru mampu menambah langkah saya dan melihat titik terang,

Saya tidak menyesal saat memutuskan untuk kuliah di universitas yang saya pilih sendiri, juga mengambil jurusan yang saya inginkan, dan memilih tinggal ditempat kos pertama ketika saya tiba di Jakarta. Mungkin orang-orang berkata bahwa semua pilihan itu adalah pilihan kelas dua atau kelas tiga, namun saya tidak menyesal karena di tempat-tempat itulah saya menemukan orang-orang yang menjadi sahabat-sahabat terbaik saya hingga kini.

Kini saya bersyukur karena tetap berada dijalan saya, jalan yang saya pilih setelah sebelumnya saya sempat salah memilih jalan, saya memilih untuk berputar dan mengambil lajur yang benar tanpa memilih jalan pintas.


"If you make a bad decision then the next step is you should turn back to the right decision,

if you make a wrong decision without fix it and you keep move with that decision then you will make the wrong decision again and again,

the short way that you think probably is the right way or the better way than the normal way usually is the wrong way,

Never ever thinks a wrong things is the right just because you feel sorry."

Kalimat-kalimat amsal oleh sahabat saya, George Tan.


-Devy.R-

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber gambar:
mad-intellegence.com

Jumat, 29 Mei 2015

RODA





Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya. Ia tampak sedih. Tanpa jari-jari yang lengkap, tentu, ia tak bias lagi berjalan dengan lancar. Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan. Karena terburu-buru, ia melupakan, ada satu jari-jari yang jatuh dan terlepas. Kini sang roda pun bingung. Kemana kah hendak di cari satu bagian tubuhnya itu? Sang roda pun berbalik arah. Ia kembali menyusuri jejak-jejak yang pernah di tinggalkannya. Perlahan, ditapakinya jalan-jalan itu. Satu demi satu diperhatikannya dengan seksama. Setiap benda di amati, dan di cermati, berharap, akan di temukannya jari-jari yang hilang itu. Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang. Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang. Dikunjunginya kembali semut dan serangga kecil di jalanan, dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil pualam.

Hei....semuanya tampak lain ??

Ya, sewaktu sang roda melintasi jalan itu dengan laju yang kencang, semua hal tadi cuma berbentuk titik-titik kecil. Semuanya, tampak biasa, dan tak istimewa. Namun kini, semuanya tampak ebih indah. Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah. Mereka kini tak lagi hanya berupa batang-batang yang kaku. Mereka tampak tersenyum, melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam. Ujung-ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda. Sang roda pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya. Bunga-bunga pun tampak lebih indah. Harum dan semerbaknya, lebih terasa menyegarkan. Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah yang cerah. Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda. Sang roda tertegun dan berhenti sebentar. Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat. 

Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya. Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling semarak. Kaki-kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang meriah. Sayap-sayap itu bergetar, seakan ada ribuan genderang yang ditabuh. Mereka saling menyapa. Dan, serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang Roda. Begitu pula batu dan kerikil pualam. Kilau yang hadir, tampak berbeda jika dilihat dari mata yang tergesa-gesa. Mereka lebih indah, dan setiap sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh. Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu yang kerap mampir ditubuh sang Roda. Semua batu dan pualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan. 

Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari-jari yang hilang. Sang roda pun senang dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya.



Kawan, begitulah hidup.

Kita, seringkali berlaku seperti roda-roda yang berjalan terlalu kencang. Kita sering melupakan, ada saat-saat indah, yang terlewat di setiap kesempatan. Ada banyak hal-hal kecil, yang sebetulnya menyenangkan, namun kita lewatkan karena terburu-buru dan tergesa-gesa. Hati kita, kadang terlalu penuh dengan target-target, yang membuat kita hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan. Langkah-langkah kita, kadang selalu dalam keadaan panik dan lupa, bahwa di sekitar kita banyak sekali hikmah yang perlu di tekuni. Seperti saat roda yang terlupa pada rumput, ilalang, semut dan pualam, kita pun sebenarnya sedang terlupa pada hal-hal itu.


Teman, coba, susuri kembali jalan-jalan kita.

Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal yang pernah kita lewati. Runut kembali perjalanan kita.
Adakah kebahagiaan yang terlupakan? 
Adakah keindahan yang tersembunyi dan alpa kita nikmati?

Kenanglah ingatan-ingatan lalu.
Susuri dengan perlahan.
Temukan keindahan itu.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seluruh Cerita Ini adalah Saduran
Pengarang: Tidak Diketahui
Source picture: circle.cerdasmulia.net

Kamis, 30 April 2015

Kisah Ikan & Air





Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk
berbincang-bincang di tepi sungai.

Kata Ayah kepada anaknya, "Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati."

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air,
ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini.

Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya,

"Hai, tahukah kamu dimana air ? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati."

Ternyata semua ikan tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman.

Kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa,"Dimanakah air ?"

Jawab ikan sepuh, "Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati."

Apa arti cerita tersebut bagi kita?



Manusia kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.....

Kehidupan dan kebahagiaan ada di sekeliling kita dan sedang kita jalani,
sepanjang kita mau membuka diri dan pikiran kita,
karena saat untuk berbahagia adalah saat ini,
saat untuk berbahagia dapat kita tentukan.




“Ada dua jenis kebahagian di dunia ini. Yang pertama adalah kebahagian yang kau sadari saat kebahagian itu sudah berlalu, dan yang kedua adalah kebahagian yang  kau sadari dan rasakan saat itu juga, saat kebahagian itu sedang berlangsung.”

(Ok Taecyeon as Jin-gook, in Dream High 1st session-Korean Drama)



-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seluruh Cerita Ini Disadur
Pengarang: Tidak Diketahui
Sumber Gambar: Video Musik "Fiction" oleh grup BEAST

Senin, 27 April 2015

SELAMATKANLAH NYAWA MARY JANE VELOSO



Kepada
Yang Mulia Presiden Republik Indonesia
Bapak Joko Widodo


Salam sejahtera buat bapak dan segenap keluarga bapak.


Bapak presiden yang saya hormati dan cintai, saya mengirim surat ini kepada bapak sebagai permohonan saya agar bapak memberikan pengampunan kepada Mary Jane Veloso. 

Saya sangat mengerti bahwa kita sedang berperang melawan narkoba. Saya memang tidak pernah mengalami secara langsung bagaimana sedihnya jika ada anggota keluarga atau sahabat yang terjerat narkoba, namun melalui pelayanan gerejawi, saya sangat memahami bagaimana jika ada seseorang yang mati-matian berjuang untuk melawan jeratan barang haram tersebut. Saya sangat setuju dan mendukung usaha bapak untuk menghapus narkoba dari bumi pertiwi, namun saya sangat berharap agar bapak mencermati lagi tiap perkara para terpidana yang diajukan pada bapak. Mencabut nyawa seorang yang tidak bersalah atas kejahatan yang dituduhkan kepadanya merupakan perkara serius yang harus kita pertanggung-jawabkan sebagai bangsa pada masyarakat internasional dan kepada Tuhan. 

Mary Jane Veloso adalah seorang buruh migran asal Filipina yang menjadi korban sindikat perdagangan narkotika. Dia menjadi kurir narkoba tanpa sepengetahuannya dan ditipu dengan, dibekali heroin secara sembunyi-sembunyi, dan diarahkan pergi ke Indonesia. Mary Jane ditangkap dan diadili tanpa dipenuhi hak-haknya untuk dapat berbicara dalam bahasanya. Dia tidak lancar berbahasa Inggris dan ia tak mengerti Bahasa Indonesia. Mary Jane dianggap kriminal hanya karena pada saat itu, hukum Indonesia masih belum dapat mengenali hukum internasional tentang perdagangan manusia yang menyebutkan bahwa jika ada unsur perdagangan manusia dalam kasus narkotika maka pelaku harus dianggap sebagai korban dan bukan kriminal. Saya dan rekan-rekan saya menginginkan hukum yang adil dan teliti dalam membedakan mana korban dan mana pelaku kriminal.

Saya juga mendukung bahwa sebagai bangsa yang bermartabat, kita harus menunjukkan ketegasan pada dunia atas sikap kita dan ketegasan itu memang selayaknya ditunjukkan melalui bapak President Yang Mulia. Namun, saya sebagai warga negara Indonesia, tidak akan pernah berbangga hati jika ketegasan itu kita tunjukkan melalui mencabut nyawa sesama manusia, terlebih lagi jika dia adalah korban ketidak-adilan. Saya dan rekan-rekan saya dan banyak warga Indonesia lainnya sangat tidak berbangga hati untuk menyatakan bahwa ketegasan kami sebagai bangsa diperoleh melalui tertumpahnya darah orang-orang yang tidak mampu membela-dirinya dari ketidak-adilan. Saya dan rekan-rekan saya dan banyak warga Indonesia sangat tidak berbangga hati jika saya kelak harus mengajarkan tentang keadilan pada anak-anak saya sedangkan bangsa kita membiarkan dua anak kecil kehilangan ibunya. Saya dan rekan-rekan saya dan banyak warga Indonesia juga takut dan malu jika kelak Tuhan bertanya pada kami mengapa ada darah orang yang tidak bersalah tertumpah di tanah air kami sedangkan kami dengan lantang berteriak bangga menjunjung tinggi keadilan.

Saya dan rekan-rekan saya dan banyak warga Indonesia berharap agar bapak mengingat bahwa ada ratusan TKI kita yang juga terancam hukuman mati diluar-negeri, apakah yang akan bapak lakukan jika pemerintah mereka juga melakukan hal yang sama?

Saya dan rekan-rekan saya dan banyak warga Indonesia berharap agar bapak mengingat bahwa ada ratusan bahkan ribuan WNI diluar-negeri yang mendapat masalah hukum, apakah yang akan bapak lakukan jika pemerintah mereka juga melakukan ketidak-adilan hukum pada warga negara kita?

Saya dan rekan-rekan saya dan banyak warga Indonesia berharap agar bapak mengingat bahwa kami memilih bapak karena bapak berjanji bahwa bapak akan berdiri demi penegakkan HAM dan Keadilan, apakah bapak akan menepati janji bapak?

Kami adalah rakyat bapak, rakyatnya Jokowi, karena anda adalah presiden kami. Namun kami sangat keberatan jika anda mendukung upaya manusia yang ingin mengambil hak Tuhan untuk mencabut nyawa manusia.

Sekali lagi, saya warga negara Indoensia, rakyat bapak, rakyat Jokowi, meminta dengan sangat agar bapak berkenan memberikan pengampunan kepada Mary Jane Veloso dan menyelamatkan nyawanya dari hukuman mati. Biarkanlah bapak menjadi alat dan tangan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menyelamatkan nyawa seorang manusia, seorang ibu, dan seorang korban ketidak-adilan hukum dan hidup.

Semoga Tuhan memberkati bapak dan segenap keluarga bapak, dan jadilah berkat.

Hormat saya yang mendalam kepada Yang Mulia Bapak Presiden Joko Widodo



Jakarta, 27 April 2015


Devy Ransun

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Mungkin banyak dari kita yang tidak pernah menangis seperti ini
untuk meminta belas-kasihan dan pengampunan bagi nyawa kita



Kepada semua pengunjung, saya mohon kesediaan anda untuk menandatangani dan menyebarkan petisi-petisi ini untuk menyelamatkan nyawa Mary Jane Veloso:
www.change.org


Mary Jane Veloso lolos secara ajaib dari eksekusi hukuman mati tahap kedua pada detik-detik terakhir. Ketika itu dia telah digiring menuju ke lapangan tembak, namun tiba-tiba beberapa petugas Kejaksaan Republik Indonesia menghampirinya dan menyampaikan bahwa hukuman matinya ditunda. Penundaan ini dikarenakan oleh lobi politik yang dilakukan oleh Presiden Beniqno Aquino III kepada Presiden Joko Widodo.

Hal ini adalah suatu keajaiban dari Tuhan karena keputusan penundaan ini baru direalisasikan pada detik-detik terakhir. Kisah Mary Jane ini memberi inspirasi pada saya agar tidak pernah putus asa dan berharap pada Tuhan hingga akhir.

Namun, meskipun Mary Jane lolos dari eksekusi mati tahap kedua, hal itu baru penundaan eksekusi yang bersifat sementara. oleh karena itu saya sangat berharap agar saudara-saudara sekalian dapat memberikan dukungan dengan cara menandatangani petisi-petisi bagi Mary Jane dan juga tetap lantang bersuara tentang keadilan. Semoga hukuman mati kepada Mary Jane bisa dihentikan secara permanen, begitu juga hukum mengenai hukuman mati di Indonesia agar dapat dievaluasi.

Pihak Kejaksaan Agung dan bahkan Wakil Presiden menegaskan bahwa Mary Jane tetap akan dihukum mati. Tipis memang peluang bagi Mary Jane untuk lolos dari hukuman mati, namun sebagai umat yang percaya kepada Tuhan, saya harapkan agar kita tidak pernah putus asa dan terus berdoa. Berikanlah usaha yang maksimal yang bisa kita lakukan.

Tuhan telah menunjukkan pada kita betapa besar kuasanya atas hidup dan mati tiap-tiap manusia. Kita hanya manusia yang berusaha agar hak Tuhan untuk mengambil nafas manusia tidak dirampas.

Ingatlah, keajaiban yang sama memang jarang datang untuk kedua kali namun tidak pernah tertulis di kitab manapun bahwa keajaiban itu tidak akan datang berkali-kali.
Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.

Rabu, 11 Februari 2015

KEPOMPONG & KUPU-KUPU






Ini adalah kisah seseorang yang menemukan kepompong, kepompong kupu-kupu.

Suatu hari lubang kecil muncul.

Orang itu duduk dan mengamati dalam beberapa jam ketika kupu-kupu itu berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu.
Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan.
Kelihatannya kupu-kupu itu telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.

Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya,
Dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu.
Kupu-kupu itu keluar dengan mudahnya.
Namun, kupu-kupu itu mempunyai tubuh gembung dan kecil serta sayap-sayap yang mengkerut.

Orang tersebut terus mengamatinya, dia berharap suatu saat sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuh kupu-kupu itu.

Namun semuanya tidak akan pernah terjadi.
Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak dengan tubuh gembung dengan sayap-sayap yang mengkerut.

Kupu-kupu itu tidak pernah bisa terbang.

Yang tidak dimengerti dari orang itu adalah kepompong yang menghambat itu adalah cara yang tepat agar kupu-kupu itu dapat terbang.
Perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari kupu-kupu itu masuk ke dalam sayap-sayapnya sedemikian rupa,
sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.

Kadang-kadang perjuangan berat-lah yang kita perlukan dalam hidup kita.

Ada perbedaan antara menolong orang dan memanjakan orang

Banyak orang menolong orang lain justru dengan cara memanjakannya,
Sehingga saat masalah hidup mendera, orang yang ditolong itu justru tidak siap.

Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu akan melumpuhkan kita.
Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu.

Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seluruh Cerita Ini Disadur
Pengarang: Tidak Diketahui
Sumber Gambar: Tidak Diketahui

Selasa, 10 Februari 2015

Sebuah Awal Yang Sederhana




Ternyata, awal dari banyak hal dalam hidup ini cukup sederhana...


Ada seseorang yang saat melamar kerja,
dia melihat sampah lalu memungut sampah kertas itu dari lantai dan membuangnya ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.
Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.

Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda.
Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tersebut.
Selain memperbaiki sepeda tersebut, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap.
Murid-murid lain menertawakan perbuatannya.
Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, anak kecil itu-pun ditawarkan untuk bekerja di tempatnya sang empunya sepeda.
Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah,cukup punya inisiatif sedikit saja.

Seorang anak berkata kepada ibunya: "Ibu hari ini sangat cantik..."
Ibu menjawab: "Mengapa?"
Anak menjawab: "Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah."
Ternyata untuk terlihat cantik sangatlah mudah, cukup dengan mengontrol emosi.

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah.
Temannya berkata: "Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur."
Petani menjawab: "Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku."
Ternyata membina seorang anak sangat mudah, biarkanlah dia rajin bekerja.

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan:
"Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku."
Katak di pinggir jalan menjawab: "Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah."
Beberapa hari kemudian "katak sawah" menjenguk "katak pinggir jalan" dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.
Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir,
semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira.
Ada yang bertanya: "Mengapa engkau begitu santai?"
Dia menjawab sambil tertawa: "Karena barang bawaan saya sedikit."
Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja.

Seorang pelatih bola berkata kepada muridnya:
"Jika bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya?"
Ada yang menjawab: "Cari mulai dari bagian tengah."
Ada pula yang menjawab: "Cari di rerumputan yang cekung ke dalam."
Dan ada yang menjawab: "Cari di rumput yang paling tinggi."
Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat:
"Setapak demi setapak cari dari ujung rumput sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana."
Ternyata kunci menuju keberhasilan sangat sederhana,
cukup melakukan segala sesuatunya setahap demi setahap secara berurutan,
jangan meloncat-loncat.



-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Seluruh Cerita Ini Disadur
Pengarang: Tidak Diketahui

Rabu, 04 Februari 2015

TITIP RINDU KEPADA PEMIMPIN YANG ADIL



Kisah kekuasaan para pemimpin punya lembaran sejarah yang abadi. Baik atau buruknya, mulia atau hinanya. Setiap masa selalu ada pemimpin pahlawan, tetapi disaat yang sama selalu saja ada pecundangnya. Seakan-akan sebuah keniscayaan. Ada orang-orang yang baik disana, tetapi banyak juga orang-orang yang buruk disisi lain.

Kenyataan semacam itu barangkali bisa dirasakan oleh orang-orang semacam Supeno, lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai seorang supir angkot di Bogor. Beberapa waktu lalu, seperti biasa dia menarik angkutan di jalan utama Bogor. Saat beranjak sian, kala ia memutar balik arah, hal yang rutin ia lakukan, seorang aparat mengejarnya, memberhentikannya. Lalu, sumpah serapah keluar menghujaninya. Aparat itu juga menghajarnya. Supeno tidak tahu kalau jalan itu dikosongkan karena rombongan Presiden akan lewat.

Peristiwa tragis yang dialami oleh Supeno adalah bagian dari kisah legenda pemimpin dan rakyatnya. Ia mungkin tidak terlalu mengerti bahwa kekuasaan cenderung menggoda, membusungkan dada, menyuburkan keangkuhan, bahkan bagi orang-oang yang mengais makan disekitar kekuasaan, meski bukan mereka penguasanya.

Tetapi setidaknya, supir itu bisa merasakan, ada jarak hebat antara seorang pemimpin dan rakyatnya. Ada jurang perbedaan perlakuan yang sangat dalam terhadap entitas manusia, meski semuanya lebih mirip parade kepalsuan. Betapa indahnya bila hidup dibawah pemimpin yang mengayomi, dekat dengan rakyat, dan tidak berubah menjadi raja yang otoriter.

Entah mengapa, banyak pemimpin dalam level negara seringkali mengambil dari rakyatnya jauh lebih banyak dari apa yang layak diterima oleh rakyatnya. Kepemimpinan yang mereka miliki hanya secuil tanggung-jawab, yang tidak sepenuhnya kita berikan dengan sukarela. Setiap kita lahir merdeka. Tidak ada yang mau diperbudak. Akan ada perlawanan batin bila ada orang-lain yang hendak menguasai apalagi menistakan. Maka, pemimpin bukanlah ruang untuk menindas, menguasai, menganiaya, apalagi menzhalimi. Kepemimpinan adalah seruang kecil kecil di pojok kehidupan, tempat orang memikul perwakilan amanah dari orang lain.

Kerinduan akan pemimpin yang adil adalah suara hati yang kekal, tulus, dan fitrah dasar jiwa. Kerinduan kepada pemimpin yang baik adalah kebutuhan jiwa yang alami. Seperti anak-anak merindukan ayah yang damai, ibu yang lapang, mesk tinggal di rumah kardus. Meski makan nasi kelam dengan lauk tak berbumbu dan tak berasa.

Ini juga mimpi sekelompok warga pada ketua warga yang peduli, mengayomi, dan menghargai sesama. Tidak menjadi kepanjangan tangan dari antek dan politikus busuk. Menilap uang kompensasi untuk warga. Kerinduan akan kepemimpinan yang adil adalah gejolak abadi sepanjang masa. Sebab, keadilan adalah pijakan yang menjadikan keseluruhan hidup berada pada edar keseimbangan.
Merindukan pemimpin yang adil seperti memimpikan keajaiban yang amat langka. Ini bukan pesimisme atau apatisme, tetapi kian hari kian rumit jika kerinduan ini harus kita eja dengan argumen yang rasional. Sebab, di jaman ketika dusta telah dibungkus mewah dengan segala warna-warni hiasan, menunjuk hidung pemimpin yang benar-benar baik dan adil tidaklah mudah, karena kepemimpinan telah menjadi mata rantai yang sangat panjang bagi siklus manipulasi, kolusi, dan perselingkuhan politik yang kotor.

Entah kepada siapa rindu ini kita titipkan. Di lorong-lorong kehidupan kita yang berserakan tanggung-jawab, kta ingin pemimpin-pemimpin yang baik. Bila kerinduan ini tak juga sampai kepada Presiden, biarlah ia menjadi kerinduan kita bersama, diantara kita, bersama keluarga, teman, sahabat, atau tetangga. Kita mungkin tak terlalu peduli pada Presiden, bila memang sulit membayar kehidupan ini. toh, keseharian kita lebih sederhana dari retorika kekuasaan orang-orang yang rakus di pentas politik berdebu.

Kita percaya, setiap legenda tidak pernah berdusta pada dirinya. Orang-orang yang sepenuh hati memimpin, menebarkan rasa kasih sayang, akan ditulis seperti apa adanya. Begitupun sebaliknya, legenda akan memuat daftar hitam para pemimpin yang kejam, lalu secara alami menuliskannya di lembar sejarah hati, apa adanya.

Dan bila kerinduan ini tidak terjawab juga, biarlah dia menjadi untaian pengaduan kita kepada Tuhan Yang Maha Adil.




-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seluruh Cerita disadur dari:
TITIP RINDU BUAT PEMIMPIN YANG ADIL, Warta Volume XIX no.3 Hal.39, 2014, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
(dengan sedikit perubahan)

Minggu, 25 Januari 2015

KISAH POHON APEL






Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.

Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon,
memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.

Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu.
Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu.

Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel.
Wajahnya tampak sedih.

Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.

"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi." Jawab anak lelaki itu.
"Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."

Anak lelaki itu sangat senang.
Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.

Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi.

Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi.
Pohon apel sangat Senang melihatnya datang.

"Ayo bermain-main denganku lagi." kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu.
"Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?"
"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu." Kata pohon apel.

Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon Apel itu dan pergi dengan gembira.

Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang,

Tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi.

Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi.
Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.
"Ayo bermain-main lagi deganku." kata pohon apel.
"Aku sedih," kata anak lelaki itu.
"Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"
"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya.
Ia lalu pergi berlayar dan tak datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.

"Maaf anakku," kata pohon apel itu.
"Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu."
"Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu." Jawab anak lelaki itu.
"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat." Kata pohon apel.
"Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu." jawab anak lelaki itu.
"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini." Kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang." Kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua.
Pohon apel itu adalah Orang Tua kita.

Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.
Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.
Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak Sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting, cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya.
Berterima-kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seluruh Cerita Ini Disadur
Pengarang: Tidak Diketahui
Sumber Gambar: pixshark.com

Rabu, 21 Januari 2015

Nabire, Kota Emas





Saya tidak dilahirkan dan juga tidak dibesarkan di Nabire, namun kini orang-tua saya memilih menetap di Nabire karena pekerjaan. Nabire memiliki lebih banyak Sumber Daya Alam ketimbang kota tempat Saya dibesarkan, yaitu Biak. Di Nabire, Saya bekerja membantu perusahaan orang-tua Saya (PT.Ransun) yang bergelut dibidang forestry (pengumpulan kulit kayu massoia). Saya juga sempat bekerja disebuah perusahaan Agriculture disana. Ketika di Nabire, hampir setiap hari saya menggunakan helikopter ke tempat kerja. Sedangkan saat menuju ke perkebunan, saya lebih memilih menggunakan motor. Dua alat transportasi itu membantu saya melihat pemandangan alam Nabire dari berbagai view. Pemandangan-pemandangan itu ada yang merupakan pemandangan biasa yang dapat kita temukan didaerah lain, dan ada juga pemandangan yang sangat langka.




Kabupaten Nabire adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di punggung Pulau Papua dengan ibu kota di Kota Nabire, dan memiliki beberapa distrik yaitu: distrik Kota Nabire, distrik Makimi, distrik Yaur, distrik Napan, distrik Siriwo, distrik Teluk Kimi, distrik Teluk Umar, distrik Uwapa, distrik Wanggar, distrik Yaro, distrik Nabire Barat, distrik Wapoga, distrik Wadio-Jayanti, dan distrik Nabarua.

Walau kini Saya lebih sering mengunjungi Kota Nabire, namun sebenarnya sedari kecil Saya lebih familiar dengan daerah Wapoga, karena dulu ayah Saya bekerja didaerah itu. 

Nabire memiliki banyak sekali suku, dan masing-masing suku memilik cerita tentang asal-mula nama Nabire. Menurut suku Wate, bahwa kata “Nabire” berasal dari kata “Nawi” pada zaman dahulu dihubungkan dengan kondisi alam Nabire pada saat itu yang banyak terdapat binatang jangkrit, terutama disepanjang kali Nabire. Lama kelamaan kata “Nawi” yang mengalami perubahan penyebutan menjadi Nawire dan akhirnya menjadi “Nabire”. Suku Wate yang terdiri dari lima sub-suku yaitu Waray, Nomei, Raiki, Tawamoni dan Waii yang menggunakan satu bahasa terdiri dari enam kampung dan tiga distrik. Nah, menurut versi suku lain yaitu suku Yerisyam, Nabire berasal dari kata “Navirei” yang artinya daerah ketinggalan atau daerah yang ditinggalkan. Penyebutan Navirei muncul sebagai nama suatu tempat pada saat diadakannya pesta pendamain ganti daerah antara suku Hegure dan Yerisyam. Pengucapan Navirei kemudian berubah menjadi Nabire yang secara resmi dipakai sebagai nama daerah ini setelah ditetapkan oleh Bupati pertama yaitu AKBP. Drs. Surojotanojo, SH (Alm). Namun, suku ini juga memiliki versi lain mengenai asal-usul nama Nabire, yang katanya berasal dari Na Wyere yang artinya daerah kehilangan. Pengertian ini berkaitan dengan terjadinya wabah penyakit yang menyerang penduduk setempat, sehingga banyak yang meninggalkan Nabire kembali ke kampungnya dan Nabire menjadi sepi lambat laun penyebutan Na Wyere menjadi Nabire. Kemudian, menurut suku lain yaitu Suku Hegure, nama Nabire berasal dari Inambre yang artinya pesisir pantai yang ditumbuhi oleh tanaman jenis palem-palem seperti pohon sapu ijuk, pohon enau hutan, pohon nibun dan jenis pohon palem lainnya. Akibat adanya hubungan/komunikasi dengan suku-suku pendatang, lama kelamaan penyebutan Inambre berubah menjadi Nabire.

Sebuah Bendungan di Nabire


Saat Belanda menduduki Papua, Belanda menempatkan pos-pos utama di kota-kota pesisir pantai bagian utara Papua. Hingga tahun 1930 orang belum mengetahui adanya penduduk di Daerah Pegunungan Tengah, demikian pula penduduk daerah ini belum mengetahui adanya Pemerintah yang menguasai wilayahnya. Oleh sebab itu Pos Pemerintahan pertama yang ada di 3 wilayah ini dulu (Nabire, Paniai dan Puncak Jaya) pada masa Penjajahan Belanda sampai tahun 1938 hanya terdapat pada 2 (dua) tempat dipesisir pantai yaitu :

- Pos Pemerintahan yang pertama di Kwatisore (Distrik Yaur sekarang) dibuka pada tahun 1912 oleh Gezaghebberd Welt dari Onder Afdeling di Manokwari.

- Pos Pemerintahan pertama di Napan Weinami setelah Bestuur Assistent dari Serui mengunjungi Napan tahun 1920 dan untuk pertama kalinya ditempatkan Bestuur Assistent bernama A. Thenu di Napan Weinami, wilayah kekuasaannya meliputi seluruh Pesisir Pantai ke Goni dan Daerah Pedalaman. 

Beberapa tahun kemudian Pemerintah Belanda membuka Onder Distrik di Nabire, yaitu pada tahun 1942, dengan Pejabat Distrik Hooft Bestuur Assistent (H.B.A.) Somin Soumokil.

Pemandangan Sebagian Kota Nabire dari Udara


Kini Nabire berkembang menjadi salah satu daerah teramai di Papua. Nabire memiliki jalan darat yang bagus dan menjangkau banyak daerah terpencil hingga mencapai Enarotali walaupun beberapa daerah diluar kota masih belum diaspal dan hanya mengandalkan jalan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan. Nabire merupakan salah satu daerah di Papua yang memiliki pemukiman transmigrasi terbesar dan terbanyak. Kota ini juga memiliki Bandar Udara dan Pelabuhan Laut. Kota ini juga tertata cukup rapih. Daerah perkantoran pemerintah dan perbankan berada di satu kawasan, dan daerah pertokoan juga disatukan dikawasan khusus pertokoan. Hal ini membuat orang-orang yang baru dikota ini tidak kesulitan. Kota ini juga memiliki hotel-hotel kecil, Gereja, dan Masjid. Sayangnya, setahu Saya kota ini tidak memiliki Wihara dan Pura.


Hutan di daerah Wanggar 


Nabire memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah. Dulu komoditas yang paling terkenal adalah kayu, dengan daerah-daerah utama penghasil kayu yaitu di Kwatisore dan Wapoga. Saat berada di Wapoga, Saya sering menyusuri sungai dengan perahu motor tempel dan terkadang mampir di beberapa camp kecil ditepi sungai. Saya dan sepupu-sepupu serta beberapa teman saya disana sering bermain dipinggir sungai, dan saat itu kami sering mendapati banyak sekali kayu gelondongan yang hanyut. Saya juga masih ingat saat melihat kapal tackboat kecil menarik tongkang besar yang penuh dengan kayu. Hingga kini, deposit kayu di Nabire masih merupakan salah satu yang terbesar di Papua. Akan tetapi, Nabire lebih dikenal sebagai Kota Emas, karena Nabire memiliki cadangan emas yang luar biasa. Banyak sekali perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Nabire, namun para pendatang domestik yang juga ingin mencari emas adalah orang-orang yang paling bertanggung-jawab atas rusaknya alam disekitar daerah pertambangan.



Salah Satu Area Transmigrasi



Sebuah Upacara Pernikahan Penduduk Asli (pengantin  pria)
yang dulunya berasal dari salah satu suku primitif


Kini penduduk Nabire mulai tertarik untuk memulai usaha dibidang pertanian dan perkebunan. Sudah ada perkebunan jeruk, perkebunan salak, perkebunan durian, persawahan, bahkan perkebunan tanaman atsiri (nilam, massoia/masohi, jahe, akar wangi, dan lain-lain). Para transmigran termasuk orang-orang yang berjasa di bidang ini.


Perkebunan Akar Wangi di area Kalibobo




Salah Satu Perkebunan Nilam di area Legari



Salah Satu Area Persawahan di Legari



Persemaian Pohon Masohi (Massoia) di Kalibobo


Salah satu ironi dari kota ini adalah masih banyak penduduk asli yang hidup dibawah garis kemiskinan ditengah melimpahnya sumber daya alam ditanah mereka sendiri. Hal lainnya adalah masih kurangnya inisiatif penduduk dari golongan tua untuk menumbuhkan minat belajar dan pemahaman akan pendidikan bagi anak-anak mereka, oleh karena itu tingkat dan mutu pendidikan di Nabire masih kurang jika dibandingkan di Biak yang daerahnya jauh lebih kecil dari Nabire, dan juga hampir tidak memiliki sumber daya alam. Ironisnya lagi, pesisir Nabire termasuk daerah di Papua yang cepat mengenal peradaban modern sejak jaman kolonial Belanda, oleh karena itu jika Anda berada di Kota Nabire, Anda akan sangat jarang melihat penduduk asli disana memakai pakaian primitif. 

Meskipun demikian, ada beberapa suku yang masih hidup primitif dan tidak bisa berbicara dengan Bahasa Indonesia. Saya masih ingat saat Saya berada di daerah Wapoga, ketika akan menuju ke daerah Sewa. Daerah Sewa termasuk dalam wilayah distrik Wapoga. Kami harus menyusuri Sungai Wapoga dengan menggunakan perahu motor tempel (jika ingin lebih cepat) atau kapal motor kecil. Ketika menyusuri sungai, banyak sekali suku-suku primitif yang berdiri ditepi sungai dan melihat kami. Mereka tidak mengganggu kami. Saya (saat itu masih di Sekolah Dasar) sering melambaikan tangan, dan mereka-pun membalas dengan lambaian.


Potret keadaan sebagian penduduk asli Nabire


Nabire sangat bergantung pada sumber daya alam sebagai pemasukan terbesar daerah ini, sehingga kota ini kurang memperhatikan potensi lain khususnya dibidang pariwisata, padahal Nabire juga memiliki pemandangan pantai, pemandangan alam, dan potensi pariwisata lainnya yang sangat indah. Pemandangan alam liar di Nabire benar-benar luar biasa. Masih banyak hutan dan sungai yang belum terjamah peradaban modern. Hewan-hewan liar juga masih banyak terdapat di wilayah ini. burung-burung yang dilindungi juga masih memenuhi hutan-hutan di Nabire, dan juga kota ini masih memiliki rusa.





Beberapa sungai di Nabire, seperti Sungai Wapoga, Sungai Sewa, dan Sungai Wanggar juga juga sangat alami. Meskipun warna Sungai Wapoga sangat keruh, namun Sungai Sewa (yang letaknya lebih jauh di pegunungan) yang sungai Wapoga, sangat jernih dan memiliki pemandangan yang sangat indah disisi-sisi sungai tersebut. Itu karena Sungai Sewa memiliki banyak batu-batu cadas didasar sungai dan ditepi sungai. Saat Saya masih bekerja di Nabire, Saya sering bepergian ke tempat kerja dengan menggunakan helikopter dan sering melewati daerah Karadiri dan Wanggar. Pemandangan sungai di daerah Karadiri dan Wanggar dari udara serta hutan disekitarnya terlihat sangat indah. Saya kemudian tertarik untuk menyusuri tepi sungai itu lewat darat. Gabungan dari batu-batu sungai, batu cadas, hutan ditepi sungai, dan langit yang dihiasi oleh sekawanan burung langka yang terbang berkelompok menawarkan pengalaman alam liar yang luar biasa, namun Saya tetap harus berhati-hati karena sungai-sungai itu masih memiliki buaya. Dari helipad kami di Karadiri, Saya dapat melihat pegunungan daerah Menouw yang sering tertutup awan. Sekitar jam 3 sore, pegunungan itu mulai mendung dan sulit dilewati oleh helikopter, namun pemandangan hutan di pegunungan itu sangat indah.




Beberapa Pemandangan Sungai Wanggar dari Udara







Beberapa Pemandangan sungai di area Karadiri






Beberapa Pemandangan Pegunungan di area Menouw dari udara


Sunrise di Nabire juga tidak kalah indahnya. Saya sangat menikmati sunrise Nabire saat Saya dan Ibu Saya dalam perjalanan dari Biak ke Nabire dengan menggunakan kapal fery. Sebelum masuk di pelabuhan fery Nabire, kami harus singgah di Serui (Kabupaten Yapen Waropen). Selepas dari Serui, barulah kapal kami menuju ke Nabire yang tidak begitu jauh dari Serui. Kami memasuki Nabire pada pagi hari, dan saat kapal mulai memasuki wilayah Nabire, para penumpang yang tidak begitu banyak seakan-akan serempak pergi keluar. Saat saya menoleh keluar melalui jendela kapa, sang sunrise menyambut pun menyambut dengan hangatnya. Saya dan Ibu menikmati sunrise ini berdua saja. Mungkin Ibu sudah lupa moment itu, tapi Saya tidak akan pernah melupakannya.


Sunrise di daratan Nabire saat terlihat dari arah Serui




Sunrise di wilayah perairan Nabire


Pantai-pantai di Nabire pun tidak kalah indah. Walaupun kurang dikomersilkan dan beberapa pantai wisata tidak memiliki fasilitas yang memadai namun pantai-pantai disana tetaplah memberikan pemandangan yang menawan. Saat Saya menggunakan sepeda motor untuk menuju ke kebun keluarga di daerah Legari sekaligus pergi ke pabrik perusahaan tempat Saya dulu bekerja, sesekali Saya berhenti pantai yang berada disisi jalan dan di jembatan. Pemandangan pantai dan juga sungai dibawah jembatan tersebut sangat indah dan menarik, terutama saat sunset tiba.

Saya juga sering menikmati sunset sepulang kerja dari daerah Karadiri. Memang saat pergi ke Karadiri, saya sering naik helikopter namun saat pulang, Saya dan Ayah lebih memilih menggunakan jalur darat dengan menggunakan mobil Jeep. Sebenarnya, pohon-pohon dan hutan yang masih rimbun sangat mendominasi pemandangan sepanjang jalan, namun saat memasuki sebuah area rawa-rawa didekat sebuah desa, area yang cukup flat tersebut membuat kami dapat menikmati terbenamnya matahari. Terkadang Saya hanya berdua dengan Ayah, terkadang kami ditemani oleh Ibu, adik-adik, dan salah seorang paman Saya. Kami sering bersenda-gurau sepanjang perjalanan, atau mengkomentari pekerjaan, atau mengomentari orang-orang yang menjengkelkan atau lucu. Jalan yang masih belum diaspal dan berlubang-lubang semakin membuat suasana dalam mobil menjadi sangat riuh.

Sunset di area Karadiri

Saya dan keluarga juga sering berkunjung ke sebuah pantai pribadi di daerah Buratey. Biasanya Kami kesana sepulang gereja. Usai menikmati makan siang ditepi pantai, kamipun berenang di pantai. Seringkali kali Kami juga menggunakan perahu besar milik Ayah Saya yang dilabuhkan di pantai itu untuk mencari ikan di laut. Saat jam menunjukkan 3 sore dan air laut mulai surut, biasanya Saya dan adik-adik serta sepupu-sepupu segera kembali dari laut dan mulai bermain sepak bola hingga matahari hampir terbenam. Lelah bermain sepak bola, Kami pun beristirahat sambil menikmati cemilan atau air kelapa, dan menikmati sunset bersama seluruh keluarga. Terkadang kami melihat kapal-kapal atau perahu-perahu yang lewat. Kebersamaan dengan keluarga dan cahaya matahari saat itu, sungguh merupakan masa-masa yang tak akan terlupakan.

Keceriaan Anak-anak yang sedang bermain Sepak bola
di Pantai Buratey




Beberapa Pemandangan Pantai Buratey ketika air surut


Sebuah Kapal yang melintas tidak jauh dari Pantai Buratey





Beberapa Pamandangan Sunset di Pantai Buratey





Beberapa gambar kenangan bersama dengan Keluarga
ketika berlibur di Pantai Buratey


Cahaya matahari terbit dan matahari terbenam yang berwarna keemasan, ingin menegaskan bahwa kota yang disinarinya adalah Kota Emas.



-Devy.R-
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber data:
www.nabirekab.go.id


Sumber Gambar:
Koleksi Foto Pribadi
wikipedia