Translate

Rabu, 07 Desember 2016

KAMI MERINDUKANMU, GUS.....




Syalom Gus Dur,

Apakabar mu disana?
Apa yang engkau lakukan sekarang?

Mungkin diatas sana saat kau melirik ke negeri ini, engkau mungkin menangis. 
Namun pastinya, disela-sela tangismu engkau pasti akan tertawa miris sambil menggumamkan kalimat kesukaanmu, "Gitu aja kok repot...."

Lucu memang, tapi jika mendengar dan mengingat kalimat itu lagi, kami menjadi semakin rindu padamu Gus.

Tanpamu, negeri ini memang repot.

Orang banyak semakin repot karena ulah sekelompok orang yang memang hobinya adalah membuat repot.

Dulu, kami bergantung padamu karena engkau menjamin toleransi.
Dulu, kami begitu bangga dengan perbedaan kami karena engkau mengingatkan kembali apa itu kemajemukan.

Sayangnya, engkau pergi terlalu cepat dan jasadmu tidak bisa dibangkitkan apalagi dihidupkan.

Untuk sejenak, pikiran kami kacau dan kaki kami berat melangkah.

Kami takut jika kemajemukan yang engkau teriakkan dulu hanya akan menjadi slogan,
sebab muncul banyak orang yang bahkan mengharamkan kata itu untuk disebutkan.

Tapi puji Tuhan, ada jutaan orang yang membangkitkan semangatmu,
Masih ada jutaan orang yang melanjutkan pekerjaanmu,
Sehingga membuat kami masih memiliki keyakinan bahwa upayamu dulu tidak akan sia-sia dan generasi kami masih dapat menuai hasil dari kerja-kerasmu.

Namun, kami tetap merindukanmu Gus.....


-Devy.R-

Senin, 17 Oktober 2016

Suara Saudara Sebangsa






Kami bukan separatis.

Kami adalah saudara sebangsa.
Kami bersuara karena ada banyak ketidak-adilan yang terjadi pada kami.
Kami hanya ingin adanya persamaan dalam pembangunan dan ekonomi.

Kami juga ingin menikmati kemajuan dan modernisasi seperti yang saudara-saudara lain nikmati.
Kami hanya ingin saudara kami yang terbunuh karena ketidak-adilan agar dipulihkan statusnya, setidaknya ada yang minta maaf pada keluarga mereka.
Kami trauma dengan berbagai kekerasan yang menimpa kami, tapi kami bisa apa?
Hanya bisa diam.
Namun, ada saudara-saudara kami yang lain yang sama traumanya dengan kami lalu membalas kekerasan itu dengan kekerasan juga.
Kami sungguh membenci hal itu dan memohon maaf pada keluarga korban kekerasan saudara-saudara kami itu.

Tapi, mengapa kalian hanya mengingat yang baru terjadi dan melupakan ribuan saudara kami yang mati?

Apalah arti membungkam mulut enam pemimpin negara jika kalian membuat mulut saudara sebangsa-mu berteriak karena ketidak-adilan.

Tapi, apa gunanya suara-suara kami ini?
Toh kami justru dianggap sebagai separatis, bukan sebagai saudara oleh orang-orang yang katanya sebangsa dan setanah air dengan kami, tapi tidak berniat merangkul kami melainkan sibuk memberi bantuan keadilan, kemerdekaan, dan perjuangan atas HAM bagi negara-negara dan bangsa-bangsa yang lain.

Oh Kami Papua....

-Devy.R-