Translate

Rabu, 04 Februari 2015

TITIP RINDU KEPADA PEMIMPIN YANG ADIL



Kisah kekuasaan para pemimpin punya lembaran sejarah yang abadi. Baik atau buruknya, mulia atau hinanya. Setiap masa selalu ada pemimpin pahlawan, tetapi disaat yang sama selalu saja ada pecundangnya. Seakan-akan sebuah keniscayaan. Ada orang-orang yang baik disana, tetapi banyak juga orang-orang yang buruk disisi lain.

Kenyataan semacam itu barangkali bisa dirasakan oleh orang-orang semacam Supeno, lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai seorang supir angkot di Bogor. Beberapa waktu lalu, seperti biasa dia menarik angkutan di jalan utama Bogor. Saat beranjak sian, kala ia memutar balik arah, hal yang rutin ia lakukan, seorang aparat mengejarnya, memberhentikannya. Lalu, sumpah serapah keluar menghujaninya. Aparat itu juga menghajarnya. Supeno tidak tahu kalau jalan itu dikosongkan karena rombongan Presiden akan lewat.

Peristiwa tragis yang dialami oleh Supeno adalah bagian dari kisah legenda pemimpin dan rakyatnya. Ia mungkin tidak terlalu mengerti bahwa kekuasaan cenderung menggoda, membusungkan dada, menyuburkan keangkuhan, bahkan bagi orang-oang yang mengais makan disekitar kekuasaan, meski bukan mereka penguasanya.

Tetapi setidaknya, supir itu bisa merasakan, ada jarak hebat antara seorang pemimpin dan rakyatnya. Ada jurang perbedaan perlakuan yang sangat dalam terhadap entitas manusia, meski semuanya lebih mirip parade kepalsuan. Betapa indahnya bila hidup dibawah pemimpin yang mengayomi, dekat dengan rakyat, dan tidak berubah menjadi raja yang otoriter.

Entah mengapa, banyak pemimpin dalam level negara seringkali mengambil dari rakyatnya jauh lebih banyak dari apa yang layak diterima oleh rakyatnya. Kepemimpinan yang mereka miliki hanya secuil tanggung-jawab, yang tidak sepenuhnya kita berikan dengan sukarela. Setiap kita lahir merdeka. Tidak ada yang mau diperbudak. Akan ada perlawanan batin bila ada orang-lain yang hendak menguasai apalagi menistakan. Maka, pemimpin bukanlah ruang untuk menindas, menguasai, menganiaya, apalagi menzhalimi. Kepemimpinan adalah seruang kecil kecil di pojok kehidupan, tempat orang memikul perwakilan amanah dari orang lain.

Kerinduan akan pemimpin yang adil adalah suara hati yang kekal, tulus, dan fitrah dasar jiwa. Kerinduan kepada pemimpin yang baik adalah kebutuhan jiwa yang alami. Seperti anak-anak merindukan ayah yang damai, ibu yang lapang, mesk tinggal di rumah kardus. Meski makan nasi kelam dengan lauk tak berbumbu dan tak berasa.

Ini juga mimpi sekelompok warga pada ketua warga yang peduli, mengayomi, dan menghargai sesama. Tidak menjadi kepanjangan tangan dari antek dan politikus busuk. Menilap uang kompensasi untuk warga. Kerinduan akan kepemimpinan yang adil adalah gejolak abadi sepanjang masa. Sebab, keadilan adalah pijakan yang menjadikan keseluruhan hidup berada pada edar keseimbangan.
Merindukan pemimpin yang adil seperti memimpikan keajaiban yang amat langka. Ini bukan pesimisme atau apatisme, tetapi kian hari kian rumit jika kerinduan ini harus kita eja dengan argumen yang rasional. Sebab, di jaman ketika dusta telah dibungkus mewah dengan segala warna-warni hiasan, menunjuk hidung pemimpin yang benar-benar baik dan adil tidaklah mudah, karena kepemimpinan telah menjadi mata rantai yang sangat panjang bagi siklus manipulasi, kolusi, dan perselingkuhan politik yang kotor.

Entah kepada siapa rindu ini kita titipkan. Di lorong-lorong kehidupan kita yang berserakan tanggung-jawab, kta ingin pemimpin-pemimpin yang baik. Bila kerinduan ini tak juga sampai kepada Presiden, biarlah ia menjadi kerinduan kita bersama, diantara kita, bersama keluarga, teman, sahabat, atau tetangga. Kita mungkin tak terlalu peduli pada Presiden, bila memang sulit membayar kehidupan ini. toh, keseharian kita lebih sederhana dari retorika kekuasaan orang-orang yang rakus di pentas politik berdebu.

Kita percaya, setiap legenda tidak pernah berdusta pada dirinya. Orang-orang yang sepenuh hati memimpin, menebarkan rasa kasih sayang, akan ditulis seperti apa adanya. Begitupun sebaliknya, legenda akan memuat daftar hitam para pemimpin yang kejam, lalu secara alami menuliskannya di lembar sejarah hati, apa adanya.

Dan bila kerinduan ini tidak terjawab juga, biarlah dia menjadi untaian pengaduan kita kepada Tuhan Yang Maha Adil.




-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seluruh Cerita disadur dari:
TITIP RINDU BUAT PEMIMPIN YANG ADIL, Warta Volume XIX no.3 Hal.39, 2014, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
(dengan sedikit perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INI BUKAN HIMBAUAN TAPI PERATURAN:

1.DILARANG melecehkan Suku, Agama, dan Ras tertentu.

2.DILARANG memplagiat artikel ini! Cantumkan link lengkap artikel ini dalam daftar sumber anda (jangan meng-copy 100% isi tulisan ini. Jadilah penulis yang kreatif).