Kota Biak terletak di Pulau Biak, sebuah pulau kecil dibagian utara Pulau Papua. Kota ini adalah bagian dari Kabupaten Biak Numfor yang menjadi bagian dari Provinsi Papua, Indonesia. Kota Biak tergolong kecil dan relatif sepi, namun di kota yang kecil dan sepi inilah Saya dan kedua adik Saya dibesarkan. Mulanya saya kesal dibawa ke Biak (maklum, sebelum ke Biak, Saya tinggal di Jakarta dan Surabaya), namun lama kelamaan Saya justru akan sangat kesal jika ada orang yang menghina-hina Biak, hingga kemudian, pulau yang terbentuk dari batu karang yang menantang Samudra Pasifik dengan iklim yang panas ini membentuk Saya dan menjadi dasar karakter Saya dan juga adik-adik Saya.
Saya masih ingat saat pertama kali saya datang ke Biak, Saya menginjakkan kaki ke Biak pertama kali pada tahun 1991. Saat itu saya masih berumur 4-5 tahun dan tinggal di kompleks perumahaan PT.Wapoga (perusahaan kayu terbesar di Papua saat itu), dan saya benar-benar syok dengan suhu pulau ini, juga dengan dialek/logat setempat. Saat itu saya benar-benar tidak mengerti, mengapa jika ada orang yang menanyakan letaknya kopi namun orang yang ditanya justru menjawab dimana seekor sapi berada. Contoh dialog: “Kaka, Kopi mana?” , lalu kemudian dijawab, “Sapi pasar.” Lama-kelamaan barulah saya mengerti bahwa mereka berbicara dengan kata yang sepotong-sepotong, sehingga arti dari dialog itu adalah demikian: “Kaka, Kopi mana?” (Kakak, Kau(kou/ko) Pergi(pi) kemana?” , dan dijawab, “Sapi pasar.” (Saya(sa) Pergi(pi) ke pasar), yang diucapkan dengan nada-nada tarikan khas Biak. Semakin lama saya mengamati dan mempelajari gaya komunikasi di Papua, saya juga semakin paham bahwa meskipun sering mempersingkat kata-kata dalam Bahasa Indonesia namun sebenarnya kami penduduk di Papua jauh lebih mampu berbicara dalam Bahasa Indonesia yang baku ketimbang orang-orang Indonesia dari daerah lain, dan walaupun Saya sekarang mampu berbicara dengan beberapa dialek/logat daerah lain dan juga bisa berkomunikasi dengan beberapa bahasa asing, tapi sampai sekarang Saya tetap bangga dan percaya diri jika berbicara dengan menggunakan logat Biak alias nada-nada tarikan khas Biak.
Biak bukanlah pulau tunggal, kabupaten ini
terdiri dari 2 pulau utama yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor, dan Kepulauan
Padaido. Pada
waktu pemerintah Belanda berkuasa di daerah Papua hingga awal tahun 1960-an
nama yang dipakai untuk menamakan Kepulauan Biak-Numfor adalah Schouten Eilanden, menurut nama orang
Eropa pertama berkebangsaan Belanda, yang mengunjungi daerah ini pada awal abad
ke 17.
Tentang asal usul
nama serta arti kata tersebut ada beberapa pendapat. Pertama ialah bahwa nama
Biak yang berasal dari kata v`iak
itu yang pada mulanya merupakan suatu kata yang dipakai untuk menamakan
penduduk yang bertempat tinggal di daerah pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata
tersebut mengandung pengertian ‘orang-orang
yang tinggal di dalam hutan`, `orang-orang
yang tidak pandai kelautan`, seperti misalnya tidak cakap menangkap ikan di
laut, tidak pandai berlayar di laut dan menyeberangi lautan yang luas dan
lain-lain. Nama tersebut diberikan oleh penduduk pesisir pulau-pulau itu yang
memang mempunyai kemahiran tinggi dalam hal-hal kelautan. Fonem w pada kata wiak sebenarnya berasal dari fonem v yang kemudian berubah menjadi b sehingga muncullah kata biak
seperti yang digunakan sekarang. Nama lain yang sering dijumpai dalam
laporan-laporan tua untuk penduduk dan daerah kepuluan ini adalah Numfor. Dua nama terakhir itulah
kemudian digabungkan menjadi satu nama yaitu Biak-Numfor, dengan tanda garis mendatar di antara dua kata itu
sebagai tanda penghubung antara dua kata tersebut, yang dipakai secara resmi
untuk menamakan daerah dan penduduk yang mendiami pulau-pulau yang terletak di
sebelah utara Teluk Cenderawasih
itu. Dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan nama Biak saja yang
mengandung pengertian yang sama juga dengan yang disebutkan di atas.
Potret Kota Biak Tahun 1958
Suku Biak juga merupakan suku terbesar di Papua dan pusat komunitasnya tersebar di Pulau Biak, Pulau Numfor, Pulau Supiori, dan Kepulauan Raja Ampat. Mengapa orang Biak bisa menjadi penduduk mayoritas di Raja Ampat, padahal Raja Ampat berada di dekat kota Sorong (18 jam naik kapal laut dari Biak)? Menurut kisah para tetua Biak, pada jaman dahulu sekelompok orang dari Biak pergi ke Ternate untuk menemui Sultan Ternate, karena saat itu Papua (termasuk Biak) adalah daerah taklukkan dari Kesultanan Ternate. Mereka ke Ternate untuk mengantar upeti pada Sultan, dan untuk ke Ternate mereka harus melewati/mampir daerah Raja Ampat. Pada saat pulang dari Ternate, beberapa orang dari kelompok ini memutuskan untuk tinggal di Raja Ampat. Lama-kelamaan, banyak orang-orang Biak yang mengikuti saudaranya untuk tinggal disana. Nah orang Biak dan suku-suku di kota-kota Papua bagian utara (Sorong, Manokwari, Nabire pantai , Serui) sudah lama mengenal peradaban yaitu dari masa Kesultanan Ternate yang dilanjutkan dengan masa kolonial Belanda, jadi kita tidak akan menemukan orang-orang yang berpakaian primitif disana.
Kabupaten Biak Numfor terletak di Teluk Cenderawasih pada titik 0°21'-1°31' LS, 134°47'-136°48' BT dengan ketinggian 0 - 1.000 meter di atas permukaan laut. Pulau ini juga dekat dengan garis katulistiwa sehingga suhu pulau ini tergolong panas. Berdasarkan hasil pencatatan Stasiun Meteorologi Kelas I Frans Kaisiepo Biak pada tahun 2011 dilaporkan bahwa suhu udara rata‐rata di wilayah Kabupaten Biak Numfor adalah 27,1 C dengan kelembaban udara rata‐rata 86,3%, sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah Kabupaten Biak Numfor secara keseluruhan, dan khususnya Pulau Biak termasuk kategori panas. Keunikan lain dari pulau ini adalah seluruh pulau terbentuk dari batu karang. Hal ini membuat orang-orang sering menyebut Biak sebagai Kota Karang Panas. Saya masih ingat saat masih sekolah dulu, ketika pihak sekolah meminta murid-murid untuk membawa tanah dari rumah untuk menanam berbagai tanaman di-sekolah, dan bagi kami, para murid, hal itu merupakan salah satu tugas terberat bagi kami, karena di pulau ini memiliki sangat sedikit tanah. Saya tinggal di Biak Kota (selatan) yang seluruhnya terdiri dari karang, sedangkan tanah lebih banyak di jumpai di Biak Timur dan Biak Barat, masalahnya adalah jaraknya yang jauh. Seringkali kami ‘iseng’ jika tidak bisa memperoleh tanah yang cukup. Kami menghancurkan karang-karang lunak dan mencampurnya dengan arang dari kayu atau ranting-ranting pohon yang kami bakar, lalu membasahinya agar mudah dicampur, dan kemudian memberikannya pada pihak sekolah (^^). Walaupun terbentuk dari karang, uniknya, banyak tumbuhan yang mampu tumbuh subur di pulau ini, seperti pepaya, ubi-ubian, sayuran, dan banyak lagi. Mungkin hanya tanaman yang tumbuh di dataran tinggi saja yang sulit berkembang di pulau ini.
Ada satu lagi yang menjadi keunikan kota ini. Meskipun tergolong kota kecil, namun kota ini memiliki tiga rumah sakit yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan dua rumah sakit militer milik TNI AU dan TNI AL. Jumlah ini merupakan jumlah terbanyak jika dibandingkan dengan kota-kota di Teluk Cendrawasih (Nabire, Serui, Waropen, Supiori, dll). Rata-rata jumlah sekolah dan perguruan tinggi di pulau ini juga jauh lebih banyak dibandingkan dengan kota-kota lain di Teluk Cendrawasih walaupun kualitas prasarana kesehatan dan pendidikan di Biak memang masih kurang jika dibandingkan dengan di Jayapura, Manokwari, dan Sorong (maklum, ketiga kota itu adalah yang terbesar dan termaju di Papua). Pada tahun 2011 Kabupaten Biak Numfor memiliki 250 sekolah yang meliputi 19 Taman Kanak-kanak (terpusat di Distrik Biak Kota dan Distrik Samofa masing-masing sebanyak 7 dan 9, sedangkan tiga distrik lain yaitu Distrik Numfor Timur, Distrik Biak Timur dan Distrik Warsa hanya terdapat 1 TK, dan belum ada TK yang beroperasi di distrik lain), 161 Sekolah Dasar/1 Madrasah Ibtidaiyah, 46 SLTP/ 1 Madrasah Tsanawiyah, 16 SMU dan 6 Sekolah Kejuruan. Sementara itu terdapat 11 perguruan tinggi yang beroperasi di Kabupaten Biak Numfor yaitu IISIP YAPIS, Akademi Perikanan Kamasan Biak, Akademi Teknik Biak, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak, Akademi Pariwisata, Universitas Cendrawasih (kelas ekstensi), Akademi Kebidanan Biak, Akademi Keperawatan Biak, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Biak, Institut Kristen Papua, dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Oikumene.
Biak juga memiliki beberapa Gereja berukuran besar (lagi-lagi termasuk paling besar jika dibandingkan dengan Gereja-Gereja di kota-kota kawasan Teluk Cendrawasih). Gereja-gereja itu adalah Gereja Immanuel Agung Samofa, Gereja Maranata, Gereja Eben-Hezer, dan Gereja Katolik (yang sangat indah). Dinding pagar bagian dalam Gereja Katolik dihiasi oleh Relief tentang perjalanan tokoh-tokoh Alkitab dan para Santo. Saya masih ingat saat masih SD, pada masa-masa menyambut Paskah kami akan diajak untuk melakukan jalan salib dengan mengelilingi relief-relief di pagar Gereja. Suster dan guru yang membimbing kami sangat pandai bercerita, dia menjelaskan tentang gambar-gambar tersebut dan kami selalu mendengarkan dengan baik serta selalu merasa tertarik dengan cerita beliau-beliau itu (walaupun dari tahun ke tahun gambar-gambar di relief itu tidak pernah berubah). Didepan Gereja Katolik ada patung setengah badan Komodor Yos Sudarso. Pahlawan Nasional ini sangat dihormati oleh warga Biak, sehingga dibangun patung untuk menghormatinya. Patung sang komodor ini dikelilingi oleh taman kecil yang cantik (dulu).
Patung Komodor Yos Sudarso
Dulu, kota ini juga memiliki Masjid yang sangat besar yaitu Masjid Baiturrahman Biak yang memiliki halaman yang luas. Saya dan teman-teman sering bermain dihalaman Masjid ini, sayangnya Masjid ini hancur karena gempa, namun sekarang Masjid itu telah direnovasi dan kembali berdiri megah. Selain itu, Biak juga memiliki Kompleks Wihara yang luas karena pemeluk Budha dari etnis Tionghoa di pulau ini cukup banyak. Wihara ini sering saya kunjungi karena dulu Saya tergabung dalam klub Taekwondo-nya. Meskipun agama Hindu adalah agama paling minoritas di pulau ini namun pulau ini juga memiliki Pura, sayangnya Saya tidak ingat pernah mengunjungi Pura di Biak.
Kota Biak juga memiliki fasilitas olahraga yang cukup lengkap. Kota ini memiliki stadion kecil namun lengkap dengan lintasan lari dan fasilitas atletik lainnya yang (katanya) merupakan yang terbaik di Teluk Cendrawasih. Kota ini juga memiliki beberapa lapangan tenis, Gedung Olah Raga (GOR), dan beberapa tempat pertemuan (convention hall) kecil dan menengah
Pulau ini juga memiliki Kepolisian Resor (Polres) dengan 4 Kepolisian Sektor (Polsek) dan dikelilingi oleh 3 institusi TNI (Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara), terkadang disaat-saat tertentu ada latihan pesawat tempur, yang bagi kami (para anak kecil) adalah sebuah pertunjukkan yang luar biasa.
Sayangnya, semua kelebihan kuantitas prasarana pulau ini tidak begitu berpengaruh positif pada tren perekonomian pulau ini. Letak pulau ini sebenarnya sangat strategis, yaitu berada di sebelah utara daratan Papua dan berseberangan langsung dengan Samudera Pasifik. Posisi ini seharusnya menjadikan Kabupaten Biak Numfor sebagai salah satu tempat yang strategis dan penting untuk berhubungan dengan dunia luar terutama negara-negara di kawasan Pasifik, Australia atau Filipina. Letak geografis ini memberikan kenyataan bahwa posisinya sangat strategis untuk membangun kawasan industri, termasuk industri pariwisata, namun pertumbuhan industri di Kabupaten Biak Numfor dalam beberapa dekade ini terasa stagnan, bahkan mengalami penurunan. Hal ini dirasakan semenjak tutupnya Hotel Bintang Lima pertama di Papua, yaitu Hotel Marauw, dan terhentinya pabrik pengalengan ikan Biak Mina Jaya (lebih memprihatinkan lagi adalah Hotel Marauw hancur akibat penjarahan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab). Namun, Biak tetap menyimpan segudang potensi pariwisata yang tidak dimiliki di tempat lain.
Hotel Marauw Dulu (atas) dan sekarang (bawah)
Ada dua cara untuk mencapai Biak. Pertama adalah dengan pesawat. Saat ini ada tiga maskapai penerbangan yang melayani rute dari Jakarta menuju Biak. Jika menggunakan pesawat dari Jakarta, Anda akan transit satu kali di Makassar. Waktu tempuh kurang lebih 4,5 jam, namun karena perbedaan zona waktu (Papua 2 jam lebih cepat dari Jawa, dan satu jam lebih cepat dari Sulawesi dan Bali) mengakibatkan jika Anda berangkat jam 9 malam maka anda baru akan tiba jam setengah 5 pagi di Bandar Udara Frans Kaisiepo yang merupakan bandar udara Internasional pertama di wilayah Papua (Dekade tahun awal 1990-an, Kota Biak pernah melayani rute penerbangan Internasional Bali-Biak-Honolulu-Los Angeles, namun sayangnya rute penerbangan Internasional ini tutup) dengan panjang landasan pacu hampir 3,6 km. Area Bandara ini sangat besar jika berbanding dengan luas kota ini. Area bandara ini dulu sering digunakan oleh Saya, adik-adik Saya, dan teman-teman sebagai jalan pintas menuju sekolah kami di SD YPPK yang masih satu kompleks dengan Gereja Katolik. Pulang sekolah, kami juga melewati kawasan bandara itu dan menyebrang di ujung landasan pacu. Jika pesawat akan turun maka beberapa menit sebelumnya sirine panjang akan berbunyi sehingga kami dapat memilih untuk cepat-cepat berjalan terus atau kembali (tergantung mana yang paling dekat), dan kalau terlihat petugas bandara yang sedang berpatroli (patroli rutin tiap kali pesawat akan turun atau naik) maka kami akan dijemput dan dibawa ke posisi teraman yang paling dekat dengan posisi kami saat itu. Pintu lintasan bagi kendaraan bermotor juga akan ditutup saat sirine berbunyi. Biasanya juga saat berjalan pulang, kami akan mencari belalang di rumput-rumput tinggi di sekitar bandara itu, kalau tidak mendapat belalang maka kami akan mencari tumbuh-tumbuhan liar yang berwarna-warni yang bisa mengeluarkan warna jika dihancurkan lalu kami menggunakan itu untuk mewarnai kuku tangan kami. Kami juga sering mencari beberapa tanaman yang bunga-nya menghasilkan cairan manis, begitu mendapatkan bunga itu, kami akan mengumpul bunganya banyak-banyak lalu berlomba menghisap dan menelan cairan manisnya (^,^).
Bandar Udara Frans Kaisiepo
Oke, cara Kedua untuk mencapai Biak adalah dengan Kapal Laut, namun cara ini tidak efisien jika anda berangkat dari Jawa. Butuh waktu 5 hari dari Jakarta untuk tiba di Biak dengan menggunakan kapal laut, tapi jika Anda menuju Biak dari Sulawesi, atau Ambon dan Ternate, atau kota-kota di area Kepala Burung Papua (Sorong dan Manokwari), atau Kota Jayapura, atau kota-kota di area Teluk Cendrawasih, maka kapal laut bisa menjadi pilihan yang tepat. Saat ini ada dua kapal milik PT.PELNI yang berlayar ke Biak dari Pulau Jawa yaitu KM.NGGAPULU dan KM.GUNUNG DEMPO.
Pelabuhan Laut Biak (Atas) & Pemandangan Laut di Bawah Jembatan Dermaga
Anda tidak perlu khawatir dengan transportasi darat di pulau ini. Untuk transportasi darat panjang jalan di Kabupaten Biak Numfor mencapai 703,74 Km yang terdiri dari Jalan Nasional (65,66 Km), Jalan Provinsi (193,51 Km), dan Jalan Kabupaten (444,56 Km). Dari total panjang jalan tersebut, 96,9 persen Jalan Provinsi sudah diaspal, dan 92,13 persen Jalan Kabupaten sudah diaspal.
Saat berada di dalam kota, cobalah mengunjungi Jalan Imam Bonjol yang merupakan pusat kota disaat sore hari hingga malam. Sepanjang jalan tersebut Anda akan menemukan swalayan, Bank, rumah makan, hingga pasar (pasar ikan). Area disekitar pasar ikan ini memiliki pemandangan laut yang bagus, dan pasar ikan di Biak (yang walaupun bagi orang Biak tempatnya kotor dan berbau) merupakan pasar ikan yang bersih dan rapih jika dibandingkan dengan pasar ikan di daerah lain (khususnya Jakarta!). Di kawasan Imam Bonjol, Anda bisa menggunakan ojek tujuan dalam kota, bisa juga jika menggunakan angkot. Anda pun bisa menyewa mobil dengan membayar Rp 500.000 per hari tanpa supir. Anda tidak perlu khawatir saat berkendara di kota ini ini. Selain relatif sepi, jalan raya di pulau ini sangat lebar jika dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang ada, namun anda harus menggunakan atribut dan surat-surat berkendara dengan lengkap (seperti helm, SIM, dan STNK) karena jika tidak maka anda akan dipermalukan oleh polisi lalu lintas yang bertugas. Jika anda sampai tertangkap maka anda akan disuruh turun dari motor dan mendorong motor dengan jarak yang cukup jauh, atau disuruh jalan kaki hingga tidak terlihat lagi oleh pak polisi itu, dan jika sudah tertangkap, lebih baik jangan coba-coba memberi suap pada polisi-nya, karena anda justru akan semakin dipermalukan. Hal ini juga membuat lalu-lintas pulau ini sangat tertib. Jarang sekali terlihat ada kendaraan yang berhenti jauh didepan garis STOP di lampu merah, dan juga semua pengendara melaju dijalur kiri, meskipun jika dia akan belok ke kanan namun para pengendara tetap akan mengambil jalur kiri agar kendaraan dari arah berlawanan tidak terhalang saat ingin berbelok. Mirip di negara-negara maju..............
Faktor pendukung-nya adalah karena polisi-polisi lalu-lintas di Biak terkenal dengan ketegasannya (tepatnya galak).
Penginapan di pulau ini juga cukup memadai dan jumlahnya banyak. Walaupun statusnya sebagai Kota Jasa dan Kota Pariwisata masih belum memenuhi syarat, namun penginapan di pulau ini jauh lebih baik dan relatif paling lengkap dari kota-kota lainnya di Teluk Cendrawasih. Saat Anda keluar pintu bandar udara, ada sebuah hotel bernama Aerotel Irian. Hotel ini bagus dan memiliki fasilitas yang cukup lengkap (wifi dan kolam renang) dengan harga per malam sekitar Rp 480.000. Jika ingin mencari penginapan yang lain, Anda bisa mencoba sejumlah hotel di tengah kota seperti Hotel Arumbai (wifi dan kolam renang), Hotel Basana Inc, Hotel Titawaka, Hotel Mapia di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Hotel Nirmala Beach Hotel di Jalan Sorido Raya, dan beberapa hotel kecil yang masih berada di pusat kota. Setahu Saya, semua hotel di Biak menyediakan sarapan.
Biak memiliki berbagai tempat wisata, mulai dari wisata alam, wisata pantai, hingga wisata sejarah.
Tempat wisata sejarah di pulau ini antara lain adalah Goa Binsari (atau Goa Jepang) yang menjadi tempat persembunyian tentara Jepang pada Perang Dunia II (sekitar 30 menit dari kota), Goa Lima Kamar (juga tempat persembunyian tentara Jepang pada Perang Dunia II), Monumen Perang Dunia II, dan peninggalan Perang Dunia II dibawah laut. Biak juga masih menyimpan banyak peninggalan era Belanda, termasuk perumahan bergaya Belanda yang masih ditempati oleh penduduk yang dapat dijumpai di banyak tempat di Biak. Biak juga masih memiliki landasan pacu lama yang sudah ada sejak Perang Dunia II yang pernah digunakan oleh Belanda dan Jepang saat perang dulu, hanya saja sebaiknya anda jangan melewati landasan tua itu sendirian atau hanya dengan beberapa orang yang jumlahnya kurang dari 5 orang. Dulu saya dan teman-teman sering menggunakan landasan pacu tua ini sebagai jalan pintas untuk pulang ke rumah sepulang sekolah (dan kalau orang tua kami tahu akan hal itu, kami pasti langsung di "rotan"). Hanggar-hanggar pesawat jaman dulu juga masih berdiri tegak disamping landasan pacu tua yang sangat besar tersebut.
Monumen Perang Dunia II di Paray
Beberapa Peninggalan Perang Dunia II di Musium Binsari
Selain rumah-rumah bergaya Belanda, Anda juga dapat melihat rumah-rumah adat Biak yang berbeda dari rumah-rumah adat Papua lainnya. Selama ini yang diketahui publik adalah bahwa rumah adat Papua bernama Honai (yang berbentuk seperti setengah tempurung kelapa yang terbalik), namun Biak memiliki rumah adat sendiri yang bernama Rumsram (berbentuk perahu terbalik).
Anda juga dapat mengunjungi mercusuar tua (water tower) di depan pelabuhan (walaupun kemungkinan Anda tidak dapat masuk dan naik keatas mercusuar ini). Mercusuar ini tidak begitu tinggi dan besar (mercusuar ini tidak perlu terlalu tinggi karena terletak di bukit) namun mercusuar ini merupakan saksi bisu dari banyak peristiwa di Biak, termasuk peristiwa kerusuhan berdarah tahun 1999 terkait pengibaran Bendera Bintang Kejora yang melanda seluruh Papua. Peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa paling traumatis bagi seluruh penduduk Biak. Dulu di depan mercusuar ini dan di lereng bukit sekitar mercusuar (bukit didepan pelabuhan) ada taman kecil dan sederhana. Saat pertama dibuat, taman itu sangat menarik. Saya, teman-teman, dan saudara sepupu saya sering bermain disitu, tapi lama kelamaan taman itu tidak terawat.
Mercusuar (sebenarnya adalah Water Tower) Kota Biak
Selain bangunan-bangunan dan benda-benda tua, Biak juga memiliki memiliki hal-hal tua lainnya. Salah satu yang paling terkenal adalah Pohon Beringin di Kawasan Pertokoan Selat Makassar. Sedari Saya kecil hingga meninggalkan Biak lalu kembali lagi ke Biak lalu pergi lagi, pohon ini masih tetap ada. Ada banyak pohon beringin di Biak seperti pohon beringin depan Puskesmas depan pelabuhan, dan pohon-pohon lainnya, namun Pohon Beringin di Kawasan Pertokoan Selat Makassar yang paling terkenal. Pohon Beringin di Kawasan Pertokoan Selat Makassar juga merupakan salah satu landmark di Kota Biak.
Pulau Biak memiliki dataran flat yang cukup luas di tiap tepi pantai, lalu ditengah-tengah pulau, ada bukit-bukit yang cukup tinggi (yang bentuknya seperti anak tangga, makin ke tengah bukitnya makin tinggi) dan semuanya terbentuk dari karang. Nah jika ingin melihat pemandangan kota dan laut dari ketinggian, kita dapat mengunjungi tempat yang bernama Pintu Angin (dekat Goa Jepang). Dari tempat itu, kita dapat bersantai sambil menikmati pemandangan Bandar Udara Frans Kaisiepo dan laut di depannya.
Wisata alam pulau ini antara lain adalah Air Terjun Wafsarak. Air terjun setinggi kurang lebih 8 meter ini menyajikan keindahan dan ketenangan di tengah teduhnya pepohonan. Anda bisa menikmati kesejukan air berwarna biru di kolam alam yang berada tepat di bawah air terjun. Ada juga kali kecil di Biak Timur yang ramai pengunjung yaitu Kali Paray (Kolam Biru Paray). Kali ini sangat sejuk (lebih tepatnya sangat dingin bagi warga Biak yang terbiasa dengan hawa panas). Air dari kali kecil mengalir langsung dari dalam bongkahan batu karang, dan meskipun dekat pantai namun air di kali ini adalah air tawar. Keunikan lainnya adalah meskipun kali ini sangat kecil dan pendek namun arusnya cukup kencang, dan juga ada beberapa bagian dari kali ini yang cukup dalam bagi anak kecil (soalnya waktu kecil Saya pernah hampir tenggelam disitu T_T ).
Air Terjun Wafsarak (atas) dan Kolam Biru Paray (bawah)
Bagi penggemar wisata bawah laut, Biak menjadi salah satu referensi tempat menyelam. Gugusan kepulauan Padaido merupakan salah satu lokasi dengan puluhan titik penyelaman yang menawarkan keindahan terumbu karang beserta spesies ikan yang beragam. Salah satu titik selam yang menarik ada di sekitar Pulau Nusi, Pulau Rurbas, kemudian di lokasi jatuhnya pesawat pembom Catalina milik tentara sekutu. Anda bisa menghubungi manajemen hotel tempat Anda menginap atau bisa juga langsung ke Dinas Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Dinas Pariwisata menyediakan informasi, alat menyelam, pemandu hingga akomodasi untuk menyelam.
Pantai Nusi di Kepulauan Padaido
Wisata pantai pulau ini juga banyak, maklum-lah pulau ini dikelilingi pantai (namanya saja pulau). Ada beberapa pantai yang telah dikomersilkan yaitu Pantai Yendidori, Pantai Batu Pica, Pantai Warsa, Pantai Bosnik, Pantai Saba, Pantai Paray, Pantai Barito, Pantai Marauw, dan masih banyak pantai yang lebih kecil lainnya. Anda juga dapat mengunjungi dan menikmati pemandangan-pemandangan desa-desa tepi pantai di daerah Biak Barat (Napdori, Krisdori, dll) dan Biak Timur (Bosnik, Paray, Saba,dll).
Pemandangan Tepi Pantai Saat Melalui Desa-desa di Biak Timur
Pantai Bosnik
Pantai Batupica
Jika tempat-tempat itu terlalu jauh atau telah Anda lewati, Anda dapat menikmati pemandangan pantai di dekat kota yaitu di Pantai Tiptop (tidak begitu jauh dari Pasar Ikan), jika musim durian tiba maka perahu-perahu yang membawa durian dari luar Pulau Biak akan berlabuh dan bongkar muatan di tepi pantai ini, sehingga kita bisa menikmati durian fresh dengan harga yang lebih murah dari harga di pasar. Selain seputaran Biak Kota, Biak Timur, dan Biak Barat, anda harus mengunjungi daerah Biak Utara. Pantai Korem dan Jembatan Korem menawarkan keindahan yang luar biasa......... Rugi jika anda tidak sampai disana. Selain menikmati pantai dan menyelam, Anda juga dapat memancing. Biak sangat kaya akan hasil laut dan memiliki berbagai jenis ikan. Sayang sekali jika tidak sempat memancing di Biak.
Selain wisata alam, Biak juga memiliki tempat wisata lain yaitu Taman Burung dan Taman Anggrek Anggrek di Jalan Raya Bosnik (sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Biak ke arah Biak Timur). Tidak jauh dari tempat ini Kita bisa menemukan pasar Bosnik (tiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu merupakan hari pasar dan Anda bisa membeli ikan segar).
Hal yang menarik lainnya (yang walaupun belum dimasukkan dalam tujuan wisata) adalah perayaan Hari Raya Keagamaan di pulau ini. Kehidupan beragama di pulau ini sangat baik dan menjunjung tinggi toleransi. Pulau ini merayakan semua hari raya besar keagamaan dengan meriah karena penduduk yang tidak merayakan hari raya keagamaan yang sedang berlangsung akan saling mengunjungi penduduk lain yang sedang merayakan hari raya tersebut. Kami, saat masih anak-anak, akan mengunjungi rumah demi rumah dengan membawa kantong plastik atau tas untuk mengisi kue-kue dan minuman, walaupun penghuni rumah yang kami kunjungi itu tidak kami kenal, dan itu berlaku pada hari raya Natal & Tahun Baru, Paskah, Lebaran, Idul Adha, dan Imlek.
Pada saat menjelang Natal (dimulai pada awal Desember), kami akan sibuk menyalakan lampu warna-warni, dan ini berlaku disetiap kompleks perumahan dan pusat kota sehingga anda dapat melihat pemandangan lampu-lampu warna-warni yang meriah disetiap sisi jalan, namun kawasan Yafdas dan Amroben merupakan kawasan pemukiman penduduk dengan lampu-lampu yang paling meriah. Saat itu, kami juga akan mengejar-ngejar Sinterklas dan berusaha mendapatkan permen atau biskuit yang dilemparkan sang Om Santa, dan kami juga mengejek-ngejek si Zwaterpiet (Piet Hitam), kami bertingkah mulai dari membuat si Piet Hitam itu berakting marah hingga biasanya dia menjadi marah betulan dan benar-benar mengejar kami dengan kesungguhan hati (^..^). Lalu saat Natal tiba, kami, para anak kecil, akan sibuk mengumpulkan kue-kue kering dari tiap-tiap rumah yang merayakan Natal yang mampu kami datangi sambil mengucapkan (lebih tepatnya, berteriak...) “Selamat Nataaaaal”. Bukan hal yang mustahil dan luar biasa jika kami bisa mengunjungi Rumah Kediaman Bupati dan para pejabat teras Kota Biak, karena sudah merupakan kebiasaan untuk memberikan kue dan/atau minuman pada anak-anak kecil saat hari raya. Biasanya kami akan membanggakan isi plastik kami masing-masing. Jika ada yang jumlah kue-nya lebih sedikit maka dia akan berusaha membanggakan kue-kuenya dengan berkata: “Sa pu lebih maaahal!” (Saya punya lebih mahal), atau “Sa pu lebih eeenak!” (Saya punya lebih enak), atau “Sa pu lebih andaalan!” (Saya punya lebih mantap), lengkap dengan logat khas Biak (yang sangat ber-‘nada’). Hahahahahaha..... Begitulah kami saat itu.
Jika Tahun Baru tiba maka langit-langit kota Biak akan menjadi terang benderang oleh kembang api. Saat itu, seakan-akan seluruh kota sedang mengadakan festival kembang api. Hal ini dikarenakan kota Biak adalah kota kecil sedangkan sebagian besar penduduk-nya seakan-akan mampu membeli kembang api ukuran sedang hingga ukuran yang sangat besar. Pada perayaan Paskah, kami akan sibuk mempersiapkan pelita atau obor kecil di-depan rumah, dan juga akan ada perkemahan disetiap Gereja, sehingga pada saat ini seluruh kota akan diterangi oleh pelita dan obor ditiap sisi jalan, dan saat Paskah tiba, akan ada pawai obor pada waktu subuh saat matahari akan terbit, dan setelah itu kami (para anak kecil) akan berebut mencari telur.
Dekorasi Menyambut Paskah
Pada saat Lebaran, kami para anak kecil dari semua agama dan golongan akan kembali sibuk mengunjungi rumah demi rumah dengan membawa kantong plastik atau tas dengan tujuan untuk mengumpulkan kue dan ketupat sambil berkata dengan semangat, “Selamat Hari Lebaraaaan”, dan perlu Anda ketahui juga, Anda akan jauh lebih merasakan suasana Imlek di Papua khususnya di Biak (karena Kota Biak adalah kota kecil, sedangkan penduduk dari etnis Tionghoa-nya banyak) ketimbang di Jakarta atau di Surabaya. Di Biak, hampir semua orang di pulau ini akan ikut meramaikan perayaan Imlek. Saat itu, tiap sore (biasanya seminggu sebelum Imlek) kami akan pergi ke pusat kota karena di tiap-tiap toko dan swalayan milik warga Tionghoa disana akan ada pertunjukan Barongsai dan kadangkala ada atraksi Taekwondo dari klub Taekwondo Wihara, lalu pada saat Imlek, kami akan berburu Angpao di tiap rumah penduduk yang merayakan Imlek. Di Biak, hampir tidak ada batasan-batasan sosial antar agama, suku, dan ras/etnis, sehingga kami dapat dengan mudah berbaur dengan warga Tionghoa.
Hanya perayaan Hari Besar Agama Hindu sajalah yang kurang meriah, karena penganut Hindu sangat sedikit, dan juga Hari Raya Nyepi mengharuskan para penganut Hindu untuk me-Nyepi (tidak melakukan aktifitas apapun), dan kami pun sangat menghargai hal ini dengan tidak mengganggu para penganutnya, namun biasanya kami tetap memberikan ucapan selamat hari raya pada teman kami setelah hari raya Nyepi itu selesai. Begitulah suasana perayaan-perayaan di Biak.
Oh ya, Kota Biak dan seluruh kota di Papua memiliki beberapa tambahan hari libur yaitu Hari Raya Pentakosta dan Hari Masuknya Injil ke Tanah Papua. Kedua hari raya ini adalah hari raya Kristiani, selain itu, pada hari raya Natal, Paskah, dan Pentakosta di hari kedua, semua instansi pemerintah ditutup dan operasional bank juga berhenti. Jadi sebaiknya anda harus sudah menyelesaikan semua aktivitas dan transaksi sebelum hari raya-hari raya itu tadi.
Kota ini juga termasuk paling sering menyelanggarakan karnaval dan festival-festival adat, yang bertujuan mengajak seluruh suku Biak untuk berkumpul di Pulau Biak. Mungkin memang tidak terlalu banyak namun jumlah even-nya jauh lebih banyak dari kota-kota lain di Papua. Semoga kelak perayaan-perayaan keagamaan dan festival-festival itu itu mampu menarik wisatawan.
Karnaval Menyambut 17 Agustus
Saat mengunjungi Biak, Anda juga harus membawa oleh-oleh dari Kota Biak. Namun, sayangnya di Kota Biak (setahu saya) hanya ada satu toko cinderamata, yaitu di Iriani Art Shop (di Jalan Imam Bonjol). Di sini Anda bisa mendapatkan berbagai jenis oleh-oleh, seperti gantungan kunci khas Papua, patung, kaus Papua, hingga kain batik. Oh ya, Jangan lupa beli Roti Aru. Toko Roti Aru ini sudah ada sejak dulu sekali dan merupakan salah satu toko roti ternama di Papua (saya rasa ini toko roti yang paling terkenal di seluruh Papua sampai sekarang). Bangunan toko ini tidak begitu besar namun toko roti ini tetap menjaga rasa roti-rotinya sehingga hingga kini rasa roti di toko ini tetap sama dengan saat saya pertama kali datang ke Biak. Anda juga harus mencoba ikan asar (ikan asap) dan ikan asin yang dibawa dari Numfor (kualitasnya paling bagus dan rasanya paling enak dibandingkan dari tempat lain).
Toko Roti Aru
Selain itu anda juga harus mencicipi makanan-makanan yang ada di Biak, seperti papeda (makanan khas Papua yang terbuat dari sagu yang disantap dengan sup ikan), sagu kering, barapen (bakar batu, biasanya makanan yang dipanggang adalah ubi, ikan, dan daging), dan juga mie ayam. Mie ayam di Biak adalah mie ayam yang paling enak. Anda juga dapat menikmati makanan-makanan khas Makassar di kawasan Pertokoan Selat Makassar (dekat Hotel Arumbai), juga makanan-makanan khas Tiongkok di Restoran Asia (di kawasan Kota Lama) dan Restoran Jakarta (di Jl. Imam Bonjol) yang keaslian cita-rasanya sangat terjaga. Kota ini juga memiliki Rumah Makan Padang kelas menengah, Rumah Makan Khas Manado, Rumah Makan Khas Jawa, dan lain-lain. Rata-rata restoran dan rumah-makan di Biak tergolong bersih dan rapih.
Hmmmmmmmmmmmmmmm........ Cukup panjang ya saya bercerita tentang pulau ini.
Jujur, saya tidak pernah melupakan kehidupan saya di pulau ini. Saat ini, walau saya memiliki rumah di Biak tapi saya sudah tidak menetap di pulau ini. Sejak tamat SMP saya meninggalkan pulau ini untuk melanjutkan pendidikan di Sulawesi Utara dan kemudian melanjutkan kuliah di Jakarta, dan Orang tua saya juga telah pindah ke kota lain di Papua. Namun kemana-pun saya pergi, saya tidak dapat melupakan pulau ini. Sesekali saya mengunjungi pulau ini dan tinggal di rumah tempat saya dan adik-adik saya dibesarkan. Jika saya berkunjung ke Biak, beberapa teman saya yang menetap disana menemani saya jalan-jalan dan mengunjungi tempat-tempat wisata, tempat makan yang baru, dan tempat-tempat yang pernah menjadi bagian dari hidup kami dulu, termasuk masa-masa singkat Saya ketika bergabung dengan salah satu klub Taekwondo disana, saat itu Saya dan teman-teman sering dikejar sekawanan anjing saat sedang lari keliling lapangan untuk pemanasan (herannya, anjing-anjing itu seakan-akan tahu rute lari kami, mereka terus mengejar kami sembari kami lari berputar-putar keliling lapangan hingga tak terasa kami telah menyelesaikan jumlah lintasan yang diwajibkan pelatih pada kami -____- ).
Saya juga masih ingat masa-masa sekolah di sekolah dasar dan SMP termasuk sebagian besar nama dan wajah teman-teman saya saat itu. Saya juga selalu ingat saat saya dan teman-teman saya melayani di salah satu Gereja disana dan mengunjungi rumah-rumah anggota remaja kami dan mengajak para anak-anak yang putus sekolah untuk mengikuti sekolah minggu, juga saat kami mengunjungi sebuah desa terpencil di Biak Barat yaitu Desa Krisdori, dan yang jelas Saya tidak akan melupakan masa-masa saat saya masih sering berkumpul dengan keluarga, ayah, ibu, adik-adik, dan saudara-saudara sepupu saya, lalu kami bersama-sama pergi ke berlibur ke pantai atau berburu di hutan.
Hampir di setiap sudut kota ini menyimpan kenangan-kenangan berharga, namun meskipun saya selalu menyimpan kenangan saya di pulau ini termasuk kenangan-kenangan tersendiri di beberapa tempat di kota ini, saya selalu berharap kelak kota ini akan berubah menjadi jauh lebih baik dan berkembang dan juga maju. Saya ingin kelak kemajuan pulau ini menciptakan sejuta alasan baru bagi teman-teman saya, yang pernah tinggal bersama-sama dengan Saya di pulau ini, untuk kembali lagi ke pulau ini. Mungkin bagi sebagian dari mereka, kembali ke Biak bukanlah untuk menetap, namun setidaknya kami bisa bertemu kembali di pulau tempat kami bermain dulu. Saya yakin tidak ada satupun dari kami yang melupakan pulau ini, kami hanya harus membuat akronim dari nama pulau ini menjadi kenyataan.
Biak, Bila Ingat Akan Kembali......
-Devy.R-
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber data:
Sumber Gambar:
Koleksi Foto Pribadi
http://etexmarl.blogspot.com
www.panorama.com
www.traveling.com
www.wisata.kompasiana.com
baru baca, mntap kk
BalasHapusNice article. I miss Biak :)
BalasHapusBo Pace Ko mantap....!!!
BalasHapusSa baca ko pu Blog ini jadi sa Nostagia lagi dengan masa kecil saya dulue...
Sa jadi kangen deng semua yg pernah ada di Biak.
Itu tempat2 yg su di sebut Tong su mendarat.
Karena sa juga orang Biak ke....
Biak Sudah...
Blog yang bagus... semoga berkembang terus... Saya ingin berbagi article tentang Notre Dame di Paris di https://stenote-berkata.blogspot.com/2018/06/paris-di-notre-dame_10.html
BalasHapusLihat juga video di youtube https://youtu.be/7sWfbl4En7g
Artikel Biaknya lengkap kaka. Terus berkarya kaka. salam.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAnda mengambil poto2 saya tanpa ijin, saya tidak suka itu!!! mytravelingphoyograph@blogspot.com
BalasHapusAnda mengambil poto2 saya tanpa ijin, saya tidak suka itu!!!
BalasHapusMytravelingphoyograph@blogspot.com
Anda mengambil poto2 saya tanpa ijin, saya tidak suka itu!!!
BalasHapusmytravelingphoyograph@blogspot.com
Anda mengambil poto2 saya tanpa ijin itu namanya mencuri!!! saya tidak suka itu!!! mytravelingphoyograph@blogspot.com
BalasHapusAnda mengambil poto2 saya tanpa ijin itu namanya mencuri!!! saya tidak suka itu!!! mytravelingphoyograph@blogspot.com
BalasHapusAnda mengambil poto2 saya tanpa ijin itu mencuri!! saya tidak suka itu!!! mytravelingphoyograph@blogspot.com
BalasHapus
BalasHapusAnda mengambil poto2 saya tanpa ijin itu namanya MENCURI!!!!! saya tidak suka itu!!!
mytravelingphoyograph@blogspot.com
Dilarang plagiat.. tapi ada banyak kalimat mengambil dari tulisan saya!
Sumber foto sudah dicantumkan didaftar sumber. Kecuali tidak dicantumkan sama sekali. Berapa kata yang dicopy? Kalau lebih dari sepuluh kata dalam satu kalimat itu plagiat, tapi kalau kurang dari sepuluh kata dalam satu kalimat tidak berurutan itu bukan plagiat. Aturan penulisan begitu.
HapusCoba runut berapa kalimatmu yang dianggap dia plagiat dr punyamu. Sepuluh kata dalam satu kalimat itu disebut saduran dan wajib cantumkan sumber (itu juga sudah dicantumkan), kalau kurang dari sepuluh kata dalam satu kalimat tidak bisa dikategorikan plagiat.
HapusFoto2mu tidak bisa disebut diplagiat karena link blogmu sudah dicantumkan di daftar sumber.
Coba dibedakan antara plagiarism dan mengambil referensi. Jangan sudah teriak2 plagiat malah ternyata bukan. Itu justru bisa digugat balik sama dia.
Anda mengambil poto2 saya tanpa ijin namanya MENCURI dan itu KRIMINAL!!! saya tidak suka itu!!!
BalasHapusmytravelingphoyograph@blogspot.com
Sumber foto sudah dicantumkan didaftar sumber. Kecuali tidak dicantumkan sama sekali.
BalasHapus